Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Waspadai Dampak Pelemahan Ekonomi China ke Indonesia Tahun Depan

Kompas.com - 05/12/2022, 14:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha mewaspadai dampak pelemahan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia pada 2023.

Pasalnya, gejolak ekonomi global diyakini masih akan berlanjut di tahun depan yang bisa berdampak pada turunnya permintaan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, China merupakan salah satu negara dengan kontribusi terbesar pada perekonomian dunia, sehingga berperan sebagai motor pertumbuhan ekonomi dunia.

Baca juga: Pemikiran Ekonomi Xi Jinping Dorong Perkembangan Ajaib Ekonomi China

Begitu pula khususnya dengan Indonesia, China merupakan salah satu mitra dagang utama RI. Namun, kebijakan zero Covid-19 dengan terus dilakukannya lockdown oleh otoritas China, membuat ekonomi Negeri Tirai Bambu itu terganggu, bahkan melemah.

"Lockdown China sampai hari ini masih terus-menerus. Itu agak miris melihat bagaimana dalam situasi kebijakan yang sangat ketat di China, itu dampaknya ke kita, dunia pun juga kena," ujar Hariyadi dalam seminar Indef, Senin (5/12/2022).

Baca juga: Didukung Prospek Pertumbuhan Ekonomi China, Harga Minyak Dunia Bervariasi

 


Ia menyebut, transaksi perdagangan Indonesia dengan China diperkirakan mencapai sekitar 135 miliar dollar AS-136 miliar dollar AS di tahun ini. Nilai transaksi yang besar itu sangat berpotensi terpengaruh kebijakan lockdown China yang belum diketahui kapan berakhirnya.

"Jadi ini signifikan, kalau sampai China berkelanjutan tentu 2023 akan ada pengaruhnya," imbuh dia.

Apindo sendiri, kata dia, memperkirakan ekonomi RI akan tetap mampu tumbuh di 5 persen pada tahun depan. Meski demikian, diakuinya tekanan dari ekonomi global memang akan terasa di Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Waspadai Pelemahan Ekonomi China

 

Dampak pelemahan ekonomi global mulai terasa

Ia mengatakan, dampak pelemahan ekonomi global akan membuat permintaan terhadap produk Indonesia menurun. Hal ini sudah mulai terasa pada sektor lifestyle seperti tekstil, garmen, alas kaki, hingga furnitur mengalami penurunan ekspor yang cukup besar.

"Pokoknya non pangan itu drop-nya cukup besar. Ekspor perikanan ke Jepang juga drop sangat luar bisa karena adanya lockdown," kata Hariyadi.

Penurunan permintaan dari pasar luar negeri itu, pada akhirnya akan membuat produksi industri dalam negeri menurun. Terlebih pada industri padat karya bisa berdampak pada pengurangan jumlah pekerja sebagai langkah efisiensi oleh perusahaan.

"Jadi omzetnya turun cukup signifikan. Sayangnya yang turun ini sektor ekspor yang padat karya, yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Ini juga yang menjadi catatan bagi kita semua, bahwa ini jangan dianggap enteng," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Work Smart
BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Spend Smart
SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

Whats New
Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com