Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Sejumlah Catatan tentang Rupiah Digital

Kompas.com - 13/12/2022, 09:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SOPIR taksi di Shanghai, China, baik yang konvensional maupun taksi online (Didi Chunqxing, misalnya) pada umumnya tidak menagih uang tunai atau menyodorkan mesin gesek kartu (EDC) setelah penumpang menggunakan layanan taksi. Mereka menyodorkan barcode atau QR code untuk dipindai dengan aplikasi Alipay, Wechatpay, atau aplikasi mobile payment lainya.

QR code tersebut bisa langsung dari layar ponsel sang sopir atau bisa juga berupa gambar QR code belaka di lembaran kertas yang menempel di punggung bangku depan taksi. Semudah itu. Ya, semudah itu bagi pengguna mobile dan digital payment, tetapi bukan bagi pengguna segala macam kartu, baik debet maupun kredit, yang kebetulan datang ke Shanghai.

Hal serupa juga akan ditemui di saat melakukan transaksi dengan pedagang kaki lima, pemilik kios kecil pinggir jalan, penjual camilan dengan gerobak dorong. Demikian juga dengan pembayaran booking hotel beberapa hari sebelum masuk ke Kota Shanghai, dan lainya.

Baca juga: Deretan Negara yang Mengembangkan Uang Digital Selain Indonesia

Dengan kata lain, uang tunai renmimbi yang kebetulan sudah terlanjur ditukar di gerai money changer bandara, misalnya, boleh jadi "menganggur" di dompet atau saku selama berada di Shanghai.

Apalagi jika sempat berkomunikasi terlebih dahulu dengan kawan atau saudara yang ada di Shanghai sebelum datang ke sana. Mereka biasanya akan menggiring Anda untuk meng-install satu atau beberapa aplikasi mobile payment yang ada di China dan mengaitkan kartu debit atau kartu kredit Anda ke aplikasi tersebut atau langsung membuka akun e-wallet baru yang ada di aplikasi untuk kemudahan selama berada di Shanghai.

Digitalisasi sistem pembayaran di China masif

Digitaliasi sistem pembayaran dan fintech-isasi di China memang satu langkah lebih maju ketimbang Amerika Serikat (AS), apalagi dibanding Indonesia. Digitalisasi pembayaran semakin masif berlangsung sejak tahun 2013-2014, setelah People Bank of China (PBOC) mengeluarkan izin perbankan (banking licenses) kepada perusahaan teknologi (tech companies) seperti Alibaba (Alipay/MYbank), Tencent (Wechatpay/Webank), Beidu, bahkan Xiaomi (produsen ponsel).

Selain menjadi intermediasi pembayaran, kini perusahaan-perusahaan teknologi tersebut juga berkapasitas menjadi intermediator kredit yang sanggup menyasar kelompok masyarakat yang sebelumnya terkategori unbankable di satu sisi dan menggerakan proses digitalisasi intermediasi dan transaksi keuangan di China ke angka yang sebelumnya tak pernah terbayangkan oleh para bankir konvensional di sisi lain.

Jadi tak heran jika China kini menikmati status nomor wahid dalam daftar indeks adaptasi teknologi finansial sejak tahun 2019 bersama dengan India. China mengantongi skor yang sama dengan India (87), tapi China membukukan volume transaksi ratusan kali lipat jauh di atas India.

Dengan latar itu, People Bank of China (PBOC) kemudian memperkenalkan mata uang digitalnya tahun 2020 (sampai hari ini masih dalam masa percobaan di beberapa kota besar China), alias memperkenalkan Central Bank Digital Currency (CBDC), yang dikenal dengan E-Renmimbi, atau E-Yuan, atau E-CNY.

Dengan latar itu pula, PBOC kemudian tidak harus membangun infrastruktur digital tersendiri untuk mentransformasikan penggunaan uang kartal fisik ke uang kartal digital. Artinya, China tidak memilih opsi pendekatan langsung (one tier) di mana PBOC selain menjadi bank sentral juga sekaligus menjadi retailer uang kartal digital (nasabah langsung membuka akun pribadi di bank sentral).

China cukup menunggangi aplikasi-aplikasi digital, mobile payment dan dompet digital yang sudah ada dengan menyisipkan aplikasi mini E-Renmimbi di dalamnya (two tier approach).

Alasan utamanya, selain faktor biaya yang murah tanpa harus membangun infrastruktur digital tersendiri, China juga tidak mau mendisrupsi terlalu keras lembaga keuangan yang sudah ada, terutama perbankan konvensional, jika langsung memosisikan E-Renmimbi sebagai aplikasi kompetitor terhadap perusahaan teknologi atau aplikasi mobile banking lainya.

Nasabah mobile payment cukup menggunakan aplikasi yang sudah ada di ponsel mereka (Alipay, Wechatpay, atau aplikasi mobile banking milik perbankan, dan lainya) untuk melakukan "cash out" alias tanpa harus berpindah aplikasi terlebih dahulu ke apikasi E-yuan.

Target besarnya tentu mendorong akselerasi inklusi keuangan menuju cashless society di China via masifikasi proses digitalisasi pembayaran yang telah dimulai perusahaan-perusahaan fintech, terutama di daerah perkotaan, tanpa harus berseberangan secara agresif dengan perbankan konvensional di satu sisi dan dengan perusahaan fintech yang sudah ada di sisi lain.

China bukan yang pertama

China bukan yang pertama tentunya. Bahama dengan E-Sand Bahamas dan Swedia dengan E-Krona telah lebih dulu memperkenalkan CBDC. CBDC memang menjadi salah satu solusi dari banyak bank sentral dalam mereaksi perkembangan digitalisasi pembayaran (electronic money besutan perbankan dan fintech) di satu sisi dan munculnya cryptocurrency di sisi lain.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com