Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Ayam Murah, Peternak Terus Merugi

Kompas.com - 13/12/2022, 13:40 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan atas kerugian rendahnya harga ayam hidup (livebird) saat ini.

Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) Alvino Antonio mengatakan, naiknya harga ayam karkas mencapai Rp 40.000 per kilogram di pasar tidak diiringi dengan kenaikan harga ayam hidup (livebird) ditingkat peternak UMKM mandiri yang masih rendah.

Dia menuturkan, hampir 5 bulan ini peternak masih menderita kerugian, yang ditandai dengan bertahannya harga ayam hidup masih dibawah Harga Pokok Produksi (HPP) yakni Rp 19.500 – 20.000 per kilogram.

Baca juga: Bapanas Ungkap Penyebab Harga Telur Ayam Naik Jelang Nataru

“Posisi harga ayam hidup di kandang saat ini mencapai Rp 18.500 – Rp 19.000 per kilogram. Padahal Harga Acuan Pemerintah (HAP) Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022) dibanderol Rp 21.000 – Rp 23.000 per kilogram. Jadi harga ayam hidup keluar jalur HAP, hingga sampai saat ini tidak ada perlindungan dari pemerintah secara regulasi,” ujar Alvino dalam keterangannya, Selasa (13/12/2022).

Alvino menjelaskan, peternak rakyat sudah 12 tahun ini berdarah-darah mengalami kerugian, tetapi tidak ada perlindungan pasti dari pemerintah. Meskipun peraturan tingkat Menteri sudah ada, tetapi pelaksanaan dan pengawasannya masih tidak berjalan efektif.

Misalnya disebutkan dia, terkait Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Pasal 16 menegaskan, pembagian porsi DOC FS paling rendah 50 persen dikuasai oleh pelaku usaha peternak mandiri, koperasi dan peternak. Sedangkan 50 persen lainnya dikuasai oleh industri.

Baca juga: Update Daftar Harga Telur Ayam Hari Ini di 30 Pasar Jakarta

Namun faktanya peternak rakyat, mandiri/koperasi memegang peranan 20 persen dari total yang dijanjikan oleh pemerintah sebesar 50 persen.

“Karena itu, kami menuntut kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengevaluasi aturan yang dibuat oleh Dirjen PKH Kementan. Juga meminta kepada KPPU untuk melakukan investigasi adanya potensi kartelisasi dan monopoli dibidang perunggasan. Kalau memang tidak ada kartelisasi/monopoli kenapa industri semakin menguntungkan, sedangkan peternak rakyat semakin buntung,” ujar Alvino.

Meskipun Permentan sudah ada, lanjut dia, tapi faktanya harga ayam hidup di level peternak masih terombang-ambing sedangkan di level industri masih tenang dan sangat menguntungkan.

Artinya ada potensi permainan monopoli bisnis yang sangat kuat oleh industri. “Padahal kami sama-sama melakukan bisnis yang sama yakni sama-sama ayam ras. Tetapi kenapa kami masih mengalami kerugian yang cukup panjang. Sehingga kami mendesak kepada KPPU dan Ombudsman untuk bersama-sama melakukan investigasi atas kekacuan bisnis yang ada di Industri Perunggasan,” tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya meminta Ombudsman RI, untuk segera melakukan investigasi potensi adanya pelanggaran maladministrasi carut marut bisnis perunggasan. Terutama membuka atau transparansi data penguasaan bisnis GPS, PS, dan FS.

"Karena pemerintah masih memberikan komando afkir dini bersama-sama dengan industri melalui aturan yang dibuat yakni Surat Edaran (SE) Dirjen yang berjilid-jilid. Karena Afkir dini menurut kami cenderung mengelabui peternak. Faktanya harga DOC bukan semakin murah, tetapi semakin mahal. Pun dengan harga pakan cenderung meningkat. Jadi ini ada anomali di bisnis perunggasan," jelas Alvino.

Baca juga: Sebut Harga Ayam Terlalu Murah, Mendag Zulhas: Bisa Buat Pengusaha Ternak Bangkrut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com