Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Meranti Protes soal DBH, Ekonom: Keluhan Wajar, tapi Ucapan Provokatif Perlu Ditindak

Kompas.com - 14/12/2022, 12:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai, adanya keluhan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat adalah hal yang wajar, seperti keluhan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil terkait dana bagi hasil (DBH). Namun, keluhan itu harus disampaikan dengan dialog yang tepat.

Ia menjelaskan, isu otonomi dan keadilan antara pusat dan daerah memang sering mencuat. Keluhan Bupati Meranti yang kecewa karena DBH yang diterima dirasa tak sesuai dengan sumber minyak yang diambil dari Meranti, merupakan hal wajar yang perlu ditanggapi pemerintah pusat.

"Keluhan, kekecewaan dan ketidakpuasan seperti ini wajar terjadi dan harus ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan transparan," ujar Didik dalam keterangannya, Selasa (14/12/2022).

Baca juga: Singgung Soal Bupati Meranti yang Sebut Kemenkeu Iblis, Wamenkeu: Bicarakan dengan Data

Bahkan, jika memang keluhan itu berujung pada perlu adanya perbaikan-perbaikan aturan, baik undang-undang maupun aturan turunannya, pemerintah pusat harus melakukan itu. Lantaran daerah juga merupakan bagian dari Indonesia.

"Aspirasi pemerintah daerah harus tetap diperhatikan karena daerah merupakan bagian dari satu kesatuan NKRI," katanya.

Kendati demikian, Didik menekankan, keluhan itu juga perlu disampaikan dengan cara yang tepat. Ia bilang, ketika dialog menjadi tidak dialogis, seperti ketika Bupati Meranti menyebut Kemenkeu diisi iblis dan setan, maka menjadi persoalan lain.

Terlebih lagi, Bupati Meranti menyampaikan keluhannya dengan mengancam untuk angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia, maka persoalan menjadi lebih berat karena menyangkut NKRI dan makar.

"Ucapan dan tindakan seorang pejabat negara seperti ini sudah bisa dikatagorikan makar," kata dia.

Ia pun menyebut, ucapan pejabat negara yang provokatif dan merusak harus diselesaikan. Menurutnya, DPR bisa memanggil Bupati Meranti, serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengambil tindakan atas dasar hukum yang berlaku.

"Jika dibiarkan berjalan wajar dan biasa-biasa saja, maka bukan tidak mungkin banyak lagi pejabat negara yang mulai mengoyak NKRI dan kesatuan bangsa akan menjadi rapuh," ungkap Didik.

Baca juga: Asal Mula Bupati Meranti Berseteru dengan Kemenkeu

Sebelumnya, Bupati Meranti Muhammad Adil menyampaikan keluhannya terkait DBH kepada Kemenkeu Luky Alfirman saat acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia. Kalimat bernada kritik dan ancaman pun dilontarkannya.

Dia mengaku kesal karena dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dari Meranti yang diberikan oleh Kemenkeu nilainya dirasa kecil. Adil bilang, dirinya telah tiga kali bersurat ke Menteri Keuangan untuk audiensi mengenai permasalahan ini, namun dirinya selalu ditanggapi untuk melakukan pertemuan secara online.

Ia pun mengaku menghadiri acara-acara yang diisi oleh pihak Kemenkeu dengan maksud bisa menyampaikan keluhannya melalui pertemuan secara langsung.

"Sampai ke Bandung saya kejar orang ke Kemenkeu, tapi yang hadir orang yang tak berkompeten soal itu (dana bagi hasil). Sampai pada waktu itu saya ngomong, 'Ini orang keuangan isinya nih iblis atau setan'," kata Adil dalam rakornas tersebut, Kamis (9/12/2022).

Persoalan dana bagi hasil itu pun sempat membuat dirinya melontarkan pernyataan untuk pemerintah pusat tak perlu lagi mengambil sumber daya alam Meranti jika tak ingin mengurus daerah itu. Ia bahkan menyebut, pemerintah pusat bisa sekalian menyerahkan daerah Meranti ke negara tetangga.

"Maksud saya, kalau pusat enggak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Kan saya ngomong (keluhan dana bagi hasil), atau bapak tak paham juga omongan saya? Apa perlu meranti mengangkat senjata? Kan tak mungkin. Ini menyangkut masalah Meranti yang miskin ekstrem," jelas dia.

Pada kesempatan itu, Luky sebenarnya telah berulang kali menjelaskan bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam UU HKPD, bahwa pembagiannya diperluas ke daerah lain, bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja. Namun, Adil tetap merasa tak puas dengan jawaban Luky.

"Terus terang pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga, nanti kita ketemu di mahkamah. Izin pak, saya enek mandang bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan," ucap Adil.

Baca juga: Stafsus Sri Mulyani Ajak Bupati Meranti Duduk Bareng Bahas Dana Bagi Hasil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com