Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Rahardjo
Komisaris Utama L&G Risk Solution

S2 Magister Manajemen UGM Yogjakarta (2007); The Chartered Insurance Institute College of Insurance London-UK (1998); Insurance Associateship The Institute Insurance of New Zealand (1997).
Kolumnis, Saksi Ahli litigasi perasuransian, narasumber media cetak nasional, online, elektronik, dan WEBINAR isu perasuransian.
Komisaris Utama L & G Risk Services (2006–sekarang).
Penerima penghargaan 10 Tokoh Asuransi di bidang edukasi dan literasi oleh STMA Trisakti 2022.
Pendiri KUPASI (Komunitas Penulis Asuransi Indonesia)
Penulis buku Tetralogi ROBOHNYA ASURANSI KAMI – Wanaartha Life (2023); Kresna Life (2021); Jiwasraya (2020); Bumiputera (2020)

Catatan Kritis UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Kompas.com - 16/12/2022, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Omnibus Law keuangan atau Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) menjadi Undang-Undang (UU) di dalam Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II, Kamis (15/12/2022).

RUU yang berisi 27 Bab dan 341 Pasal tersebut mengatur lima hal yang sangat krusial bagi reformasi sektor keuangan.

Yakni, penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan dengan tetap memperhatikan indepedensi. Penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik.

Mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan.

Kemudian UU PPSK mengatur perlindungan konsumen, literasi, inklusi, dan inovasi sektor keuangan.

UU PPSK mengubah sekitar 17 regulasi terkait sektor keuangan yang cukup lama berlaku, bahkan hingga tiga puluh tahun.

Selain itu, UU ini juga merupakan lanjutan dari reformasi secara menyeluruh seperti UU tentang Cipta Kerja, UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, serta UU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berikut beberapa catatan kritis terkait UU P2SK yang perlu mendapat perhatian bersama.

1. Lembaga Penjamin Polis

UU P2SK memastikan adanya pembentukan Lembaga Penjamin Polis sebagai bagian dari strategi penguatan sektor jasa keuangan di Indonesia.

Meski demikian, UU P2SK tidak serta-merta membuat pendirian Lembaga Penjamin Polis bisa langsung dilaksanakan.

Undang-undang ini menyebutkan bahwa LPS sebagai lembaga yang melaksanakan penjaminan polis masih memiliki waktu lima tahun untuk persiapannya.

Pemerintah berupaya untuk terus menjaga ekuilibrium antara perlindungan masyarakat sebagai konsumen jasa keuangan, kepastian pada pelaku usaha, serta mencegah terjadinya tindakan moral hazard.

Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi UU P2SK. Pasalnya lembaga penjamin polis telah lama dinanti masyarakat sejak amanat UU 40/2014 Perasuransian yang memerintahkan pembentukan lembaga penjamin polis paling lambat 2017.

Sementara perusahaan asuransi gagal bayar terus bermunculan yang tidak pernah terselesaikan sejak beberapa tahun terakhir. Di antaranya asuransi Bakrie Life, Bumiputera, Jiwasraya, Kresna Life, dan Wana Artha Life .

Untuk mencegah kerugian nasabah yang lebih besar lagi serta terus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan khususnya asuransi, kita mendesak agar lembaga penjamin polis (LPP) dapat segera terbentuk.

Setidaknya dimulai dengan sejumlah perusahaan percontohan yang memenuhi kriteria sehat.

2. Usaha Bersama

Payung hukum yang lebih komprehensif terkait Usaha Bersama sudah lama ditunggu masyarakat.

Sejak putusan MK Nomor 32/PPU-IX/2013 tentang Pengujian UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, pembentuk UU diberi waktu dua tahun enam bulan untuk membentuk UU tentang Asuransi Usaha Bersama (Mutual Insurance) sejak diputuskan dalam sidang pleno MK terbuka pada 3 April 2014.

Dalam perkembangannya, pembentuk UU bukan membentuk UU sebagaimana perintah MK, namun hanya memuat satu pasal dalam UU 40/2014 dengan mengamanatkan membentuk peraturan pemerintah untuk usaha bersama.

Terbitnya PP Nomor 87 Tahun 2019 Tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama kemudian diapresiasi pihak Bumiputera.

Namun, PP tersebut kurang kuat untuk dijadikan landasan hukum, terutama bagi penambahan permodalan oleh investor asing.

Payung hukum usaha bersama kemudian diuji materi kembali ke MK oleh Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera terhadap UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian pada 14 Januari 2021.

MK mengabulkan gugatan terkait Pasal 6 ayat (3) UU Perasuransian. Amar putusan memerintahkan DPR dan Presiden menuntaskan UU Asuransi Usaha Bersama.

Putusan sidang itu terlampir dalam salinan dokumen Putusan Nomor 32/PPU-XVIII/2020. Bunyi putusan MK, yakni "Memerintahkan DPR dan Presiden untuk menyelesaikan Undang-Undang tentang Asuransi Usaha Bersama dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan”.

Pemerintah bersama DPR menindaklanjutinya dengan menempatkan usaha bersama dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) atau Omnibus Law Keuangan.

Pertanyaan yang muncul dengan pengaturan Usaha Bersama di UU P2SK, apakah berarti membuka pintu bentuk usaha bersama untuk setiap usaha asuransi jiwa yang didirikan tanpa modal?

Sementara rezim RBC (Risk Based Capital) masih berlaku untuk penilaian kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi termasuk usaha bersama dan tidak diatur di dalam UU P2SK.

Termasuk syarat permodalan minimum yang menjadi syarat pendirian perusahaan asuransi yang diatur di dalam POJK NOMOR 67 /POJK.05/2016 Tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi.

Bila tidak, boleh jadi maka pengaturan usaha bersama dalam UU P2SK hanya menjadi pintu darurat untuk membubarkan usaha bersama yang sekarang ada dengan mengalihkannya menjadi bentuk usaha lain (demutualisasi).

3. Iuran

OJK sebagai sebuah lembaga independen sebelumnya memiliki pengelolaan keuangan mandiri yang berasal dari pungutan pelaku di industri keuangan.

Pasal 34 ayat 1 UU No.11/2011 tentang OJK, misalnya, menekankan bahwa anggaran OJK bersumber dari APBN atau pungutan. Pengaturan terkait dengan proses anggaran maupun standar biaya, dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK.

Namun dalam UU P2SK pungutan dan penerimaan lainnya dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara (pasal 37 ayat 3).

Adapun ketentuan mengenai mekanisme pengelolaan keuangan itu berlaku mulai 2025. Sedangkan sebelum 2025, pengelolaan dan penggunaan pungutan tetap tunduk terhadap UU yang lama.

Selama ini iuran OJK yang berasal dari industri keuangan dipungut berdasarkan aset, tidak berdasarkan pendapatan industri keuangan.

Tentu saja menjadi sangat memberatkan bagi industri terutama di masa pandemi saat pendapatan menurun drastis.

Dengan pengawasan yang lemah khususnya di industri keuangan nonbank, lalu banyaknya kasus investasi bodong dan gagal bayar, pungutan OJK dari industri dinilai tidak memberikan affirmasi bagi fungsi perlindungan konsumen.

Alih alih menurunkan pungutan, OJK mengeluarkan surat edaran batas bawah dan batas atas tarif premi asuransi sangat tinggi bagi nasabah yang dinikmati pelaku usaha asuransi. Boleh jadi untuk mengkompensasi keluhan pelaku usaha asuransi atas pungutan yang keduanya tetap saja menjadi beban nasabah.

Berbeda, misalnya, dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memungut premi dari perbankan, tetapi ada jaminan bagi nasabah simpanannya di bank diganti oleh LPS.

Sebaiknya OJK tidak memungut dari perbankan, tapi bisa meminta kepada LPS sebagian premi yang disetor oleh industri perbankan.

Jika OJK bekerja dengan baik mengawasi bank, maka tak ada bank yang perlu lagi ditalangi oleh LPS. Apalagi perhitungan premi LPS dianggap sudah memberatkan dan tidak adil.

Ada juga yang meminta agar pungutan yang melebihi kebutuhan OJK sebaiknya dikembalikan lagi untuk pemberian insentif kepada industri agar pungutan tahun berikutnya dapat diturunkan, karena OJK masih mempunyai dana untuk operasional.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2018 BPK, secara keseluruhan, hasil pemeriksaan perencanaan dan penggunaan penerimaan pungutan OJK mengungkapkan empat temuan yang memuat sembilan permasalahan.

Permasalahan tersebut meliputi tujuh kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), satu ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan satu permasalahan aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E).

Terdapat tiga hal yang perlu diperbaiki OJK. Pertama, terkait biaya administrasi seperti sewa gedung harus dievaluasi.

Kedua, realokasi pegawai, belanja pegawai yang cukup jumbo bisa diatur kembali. Ketiga, besaran pungutan OJK ke bank sebaiknya diturunkan, sebagai insentif bagi bank yang mau merger dan akuisisi.

Selain itu, pembangunan gedung perwakilan OJK di daerah yang baru sebaiknya ditunda (Bhima Yudistira , 2019 ). Terlebih di era digitalisasi yang menyebabkan bank menutup sejumlah besar kantor cabang .

4. Komisioner IKNB

UU P2SK memutuskan untuk menambah dua anggota Dewan Komisioner OJK untuk mengurus kripto dan modal ventura di Indonesia.

Dengan demikian, anggota DK OJK yang awalnya terdiri dari sembilan orang menjadi 11 orang yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Pasal 10 ayat 3).

Adapun dua Dewan Komisioner OJK yang ditambah bakal melakukan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto; Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Dalam draft awal semula yang akan ditambahkan adalah anggota Dewan Komisioner khusus membidangi perasuransian.

Namun dengan beban baru OJK yang juga akan mengawasi koperasi, maka rencana tersebut dibatalkan.

Ditambah tugas lembaga penjamin polis dilimpahkan kepada LPS termasuk membereskan perusahaan asuransi yang dicabut ijin usahanya.

Namun tetap diingat UU 21/2011 tentang OJK memberikan kewenangan penyidikan (pasal 49) dan kewenangan untuk melakukan pembelaan hukum dan menggugat pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen (pasal 30 ayat 1 b) harus menjadi perhatian OJK.

5. Lembaga Penjamin Simpanan

Dalam RUU PPSK ini, pemerintah menambah tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tugas tambahan LPS, yakni pertama, melindungi dana masyarakat yang ada di perusahaan asuransi yang tertuang dalam Pasal 3A.

Kedua, melakukan resolusi bank. Dalam hal ini, LPS akan bertugas untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan resolusi bank yang ditetapkan sebagai bank dalam resolusi.

Bank dalam resolusi adalah bank yang ditetapkan oleh OJK sebagai bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangannya. Istilah bank dalam resolusi menggantikan istilah bank gagal.

Ketiga, LPS bertugas melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK.

Menjadi pertanyaan apakah LPS akan dilengkapi dengan tenaga yang mempunyai kompetensi di bidang asuransi.

Kalau tidak, maka akan mengalami nasib yang sama dengan dua periode OJK yang lalu ketika gagal melakukan pengawasan di bidang asuransi karena lemahnya kompetensi tenaga pengawas di bidang perasuransian. Sejumlah asuransi gagal bayar tidak terdeteksi dengan baik selama bertahun-tahun.

Kewenangan OJK untuk mengajukan gugatan kepada pihak yang dianggap merugikan konsumen asuransi sebaiknya juga dialihkan ke LPS.

Bila tidak, maka akan sulit melakukan koordinasi antara OJK dengan LPS untuk menyelamatkan dana pemegang polis tanpa adanya protokol koordinasi KSSK yang memadai.

6. Industri nonbank tidak dikategorikan berdampak sistemik

UU P2SK ini mencoret industri keuangan nonbank dari kategori sistemik. Alhasil, tidak ada dana talangan atau bail out dari pemerintah jika terjadi krisis di industri nonbank.

Semula draft RUU P2SK menyebutkan industri keuangan nonbank termasuk asuransi dikategorikan dapat berdampak sistemik.

Namun dalam perkembangannya, istilah sistemik hanya ada di perbankan yang dalam UU P2SK disebutkan bank resolusi.

Ihwal tidak masuknya asuransi dalam kategori sistemik bisa jadi tidak dianggap berdampak besar bagi industri keuangan.

Awalnya pertimbangan IKNB masuk kategori sistemik karena banyaknya kasus di sektor nonbank termasuk asuransi.

Tidak masuknya industri keuangan nonbank khususnya asuransi dalam kategori yang dapat berdampak sistemik berpotensi mengulangi kegagalan bayar sejumlah asuransi yang terjadi selama ini dengan penyelesaian yang berlarut-larut.

Terutama dengan evolusi produk jasa keuangan menjadi produk hybrid yang merupakan kombinasi antara unsur proteksi dan investasi.

Demikian juga dengan krisis asuransi kredit belakangan yang dapat menganggu stabilitas fungsi intermediasi perbankan.

Akibat restrukturisasi yang ditempuh sejumlah asuransi BUMN dalam bisnis asuransi kredit yang berujung pada penurunan peringkat keuangan sejumlah perusahaan reasuransi.

7. Badan Supervisi OJK

Pembentukan badan supervisi OJK melalui UU P2SK diyakini merupakan elemen krusial sebagai bagian dari check and balance untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, indepedensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan.

Namun harus diingat badan supervisi hendaknya bisa menjadi momentum untuk menjadikan badan supervisi tersebut benar-benar berfungsi optimal.

Contohnya Badan Supervisi BI yang selama ini hanya dibatasi mengawasi operasional, namun tidak diizinkan mengawasi pengambilan kebijakan (Pieter Abdullah, 2022 ).

Jadi bukan sekadar mengawasi operasional lembaga-lembaga tersebut, tetapi juga mengawasi dan menganalisis kebijakannya untuk kemudian dilaporkan kepada DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com