Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan ia tidak mempermasalahkan soal kebijakan impor beras namun bagaimana mengatasi masalah harga beras.
"Yang masalah kan bukan impor atau tidak, tapi kenapa harga ini kita sikapi secara bersama," kata Syahrul.
Baca juga: Kereta Cepat Minta Konsesi Jadi 80 Tahun, Menhub Jonan Dulu Menolaknya
"Saya, Mendag (Menteri Perdagangan), dan semua agar menyikapi, mungkin saja kan ini masalah perdagangan yang harus kita selesaikan," kata dia lagi.
Sebagai informasi saja, tanpa adanya impor, Perum Bulog terancam hanya memiliki stok akhir sekitar 200 ribu ton beras hingga akhir 2022.
Per 22 November 2022, stok beras yang ada di Bulog tercatat sebanyak 594.856 ton yang terdiri atas 168.283 ton (28,29 persen) beras komersial dan 426.573 (71.71 persen) stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Padahal Kementerian Pertanian menyebut data stok beras di penggilingan mencapai 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi dengan rentang harga Rp 9.359 hingga Rp 11.700 per kilogram.
"Kan kesepakatan negara, data negara itu ada di BPS dan standing crop kita, data dari satelit juga aman, kemudian laporan dari gubernur dan bupati juga aman. Kalau ada dinamika harga seperti itu, penyikapannya harus bersama," ungkap Syahrul.
Baca juga: Janji Jokowi Saat Pilih China: Kereta Cepat Haram Pakai Uang Rakyat
Ia menyebut soal CBP adalah soal kebijakan, bukan masalah ada atau tiadanya beras.
"Sebaiknya yang menjawab itu adalah data bahwa secara faktual di lapangan, rakyat mau menjual dengan harga yang lebih mahal karena cost produksi ada kenaikan," tambah Syahrul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.