JAKARTA, KOMPAS.com -Pengamat Ekonomi Energi Fahmy Radhi menilai pemberian insentif atau subsidi kendaraan listrik penting dilakukan untuk mendorong percepatan migrasi dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
“Pemberian subsidi ini bukan semata-mata memberikan subsidi bagi orang kaya yang mampu membeli kendaraan listrik, tetapi lebih untuk mempercepat migrasi dari kendaraan fosil ke kendaraan listrik, yang ramah lingkungan,“ kata Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini dalam keterangan tertulis, Minggu (18/12/2022).
Fahmy mengatakan, pemberian insentif kendaraan listrik merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pembentukan ecosystem industry Nikel-Baterai-Mobil Listrik, utamanya dalam menciptakan pasar (market creation).
“Insentif itu untuk menekan harga kendaraan listrik, yang saat ini harga masih mahal, sehingga harga terjangkau. Harapannya, konsumen akan migrasi ke kendaraan listrik,” lanjut dia.
Baca juga: Soal Rencana Subsidi Mobil Listrik Rp 80 Juta, Ini Kata Sri Mulyani
Fahmy mengatakan, tak hanya Indonesia, negara-negara lain juga memberikan insentif serupa bagi kendaraan listrik secara memadai dan berkelanjutan, di antaranya USA, China, Norwegia, Belanda, dan Jepang.
“Tidak hanya negara-negara maju saja, tetapi negara-negara berkembang juga memberikan insentif kendaraan listrik, di antaranya: Thailand, Vietnam, India, dan Sri Langka. Tapi, dalam penciptaan pasar kendaraan listrik, Pemerintah harus mewapadai jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai oleh produk impor dan perusahaan asing, seperti industri otomotif konvensional,” lanjutnya.
Untuk itu, Fahmy menilai pemerintah harus mensyaratkan pemberian insentif kendaraan listrik, tidak hanya keharusan pabrik di Indonesia, tetapi juga harus mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 75 persen.
Dia juga mengatakan, pemerintah harus mensyaaratkan juga transfer teknologi, khsusnya technological capability dalam waktu 5 tahun. Jika persyaratan tersebut dipenuhi, pada saatnya kendaraan listrik dapat diproduksi sendiri oleh anak-bangsa, yang dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri.
“Kalau pasar dalam negeri sudah terbentuk, tanpa disuruhpun PLN pasti akan investasi dalam Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di seluruh wilayah Indonesia, lantaaran SPLU merupakan investasi yang prospektif,” jelasnya.
Di sisi lain, untuk penyediaan SPLU, Fahmy menilai PLN perlu untuk mengandeng penguasaha UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Inonesia. PLN juga harus konsisten menjalankan program migrasi dari penggunaan Batu Bara ke Energi Baru dan Terbarukan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.