Alhasil, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) diprakirakan berada dalam tren menurun dan kembali ke sasaran 3,0 persen ±1 persen pada tahun 2023 dan 2,5 persen ±1 persen pada tahun 2024, dengan inflasi inti diperkirakan akan kembali ke sasaran semula, yaitu pada semester I tahun 2023, sejalan dengan inflasi impor yang terkendali dan rupiah yang stabil.
Meski demikian, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa ke depan, khususnya tahun 2023, kondisi global penuh dengan ketidakpastian dan sulit diprediksi.
Menurut Presiden, pada tahun 2023, Indonesia harus tetap berhati-hati dan waspada tanpa kehilangan optimisme.
Oleh karena itu, Presiden mendorong supaya pengambilan kebijakan, sinergi fiskal-moneter harus terus diperkuat untuk memastikan bahwa kebijakan ekonomi nasional memberikan manfaat yang besar bagi rakyat dan negara dalam artian mendorong ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional.
Dalam rangka menjaga kekokohan ketahanan ekonomi yang telah terbangun dari waktu ke waktu, dan sejalan dengan arahan Presiden RI, Gubernur BI menekankan sinergi dan inovasi sebagai kunci menghadapi gejolak global.
Untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global dan risiko resesi di berbagai yurisdiksi, pemerintah merumuskan sejumlah kebijakan nasional yang pro-stabilitas eknomi untuk 2023.
Salah satu bagian penting dan tak terpisahkan dari bauran kebijakan nasional itu adalah lima kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai berikut.
Pertama, kebijakan moneter BI pada tahun 2023 akan difokuskan pada stabilisasi rupiah dan pengendalian inflasi untuk mengembalikan inflasi ke kisaran sasarannya lebih awal sebagai upaya memitigasi dampak gejolak global, serta mendukung stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
BI akan secara konsisten melanjutkan respons kebijakan suku bunga yang terkalibrasi, terencana, dan terkomunikasikan dengan baik untuk memastikan sasaran inflasi inti tercapai lebih awal, yaitu pada semester I 2023.
Kedua, BI akan mempertahankan sikap kebijakan makro prudensial yang akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas dan UMKM, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi nasional sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan serta membangun ekonomi dan keuangan yang hijau dan inklusif.
Ketiga, kebijakan sistem pembayaran. Untuk mempercepat integrasi ekonomi dan keuangan digital, mengembangkan kerja sama sistem pembayaran lintas batas dan mengembangkan Rupiah Digital sesuai tahapan yang digariskan dalam Buku Putih yang diluncurkan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022.
Digitalisasi sistem pembayaran dirancang sesuai dengan Cetak Biru Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 berdasarkan 'Satu Bahasa, Satu Bangsa, Satu Tanah Air'.
Keempat, melakukan pendalaman pasar uang dan pasar valas, akan dipercepat sesuai dengan Cetak Biru Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat transmisi kebijakan, mengembangkan infrastruktur pasar uang serta instrumen keuangan yang modern dan berkelas dunia, termasuk keuangan berkelanjutan.
Kelima, mengembangkan kebijakan ekonomi-keuangan yang inklusif dan hijau. Program inklusi keuangan dan ekonomi yang menargetkan UMKM akan diperluas seiring dengan keuangan syariah, termasuk melalui digitalisasi, dan membuka pasar domestik dan ekspor.