Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Teknologi HPAL Vale Indonesia untuk Produksi Bahan Baterai Kendaraan Listrik

Kompas.com - 21/12/2022, 10:20 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

LUWU TIMUR, KOMPAS.com - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bakal membangun pabrik peleburan nikel berteknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik.

Nantinya, pabrik peleburan dengan teknologi HPAL Sorowako direncanakan memiliki kapasitas produksi mencapai 60.000 ton per tahun. Sementara, pabrik peleburan HPAL di Blok Pomalaa direncanakan akan memiliki kapasitas produksi sampai 120.000 ton per tahun.

Proyek peleburan berteknologi HPAL sendiri akan menghasilan jenis nikel yang bernama Mix Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP) yang dapat dimanfaatkan untuk komponen baterai kendaraan listrik.

Baca juga: Vale Indonesia Bidik Target Produksi Nikel 70.000 Ton Tahun Depan

Di sisi lain, hasil tambang Vale Indonesia saat ini disebut dengan nikel in matte. Produk ini biasanya digunakan untuk bahan baku pembuatan baja tahan karat (stainless steel).

Vale Indonesia Tbk (Vale) bersama Zhenjiang Huayou Cobalt Co., Ltd telah meresmikan peletakan batu pertama megaproyek pengembangan pabrik nikel di Pomala, Sulawesi Tenggara pada tanggal 27 November 2022.

Vale Indonesia juga menggandeng perusahan yang sama untuk pabrik peleburan berteknologi HPAL di Sorowako, Sulawesi Selatan.

Senior Manager Reduction Klin dan CTS Yuda Kusuma menjelaskan, saat ini proses peleburan nikel di Blok Sorowako masih menggunakan teknologi pyrometallurgy yang melibatkan panas dan peleburan.

"Kalau nanti kami di (Blok) Pomalaa menggunakan HPAL. Itu menggunakan senyawa kimia lalu dilindih atau dilarutkan," kata dia kepada awak media, di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Selasa (20/12/2022).

Baca juga: Vale Indonesia Bangun Pabrik Penghasil Bahan Baterai Mobil Listrik

Ia memerinci, dalam proses HPAL biji (nikel) dimasukkan ke dalam satu vessel untuk kemudian diberikan tekanan dan diatur temperaturnya.

Setelah itu, biji nikel akan dicampur dengan cairan kimia untuk melarutkan nikelnya.

"Kalau sekarang pyrometallurgy menggunakan proses peleburan, kalau HPAL itu pelarutan," tegas dia.

Untuk proses HPAL, biji nikel yang cocok digunakan adalah jenis lemonit yang memiliki kadar nikel rendah atau sekitar 1,3-1,5 persen kadar nikelnya.

"Kenapa biji nikel kadar rendah lebih cocok dengan HPAL, karena recovery-nya lebih tinggi. Misal jadi 100 ton nikel yang terkandung, 90 ton bisa terambil dan sisanya terbuang," terang dia.

Ia menyebut, teknologi HPAL memang lebih efisien, tetapi menyertakan syarat industri yang lain misalnya terkait penyediaan bahan kimia pelarut.

"Kalau dari energy intersity, pyrometallurgy butuh besar karena butuh listrik dan bahan bakar yang lebih besar daripada HPAL," tandas dia.

Baca juga: Vale Indonesia Optimistis Izin Kontrak Karya Bakal Diperpanjang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com