APA dan bagaimana yang terjadi dalam aplikasi layanan berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK) tahun ini di Indonesia, adalah pertanyaan yang sering muncul kepada penulis jelang akhir tahun 2022.
Menurut penulis, setidaknya ada tiga temuan penting.
Sebelum dipaparkan rinci, seluruh temuan ini berakar dari perubahan prilaku (hingga layak disebut perubahan psikososial) masyarakat Indonesia pada kehidupan digital (digital lifestyle).
Saat dilakukan survei pada sekitar 7.000 responden dalam riset bertajuk “eChannel, Fintech, eCommerce dan eLifestyle 2022”, terungkap bahwa hampir setengah responden frekuensi aktivitas onlinenya meningkat dalam tiga bulan terakhir.
Spesifiknya adalah 45 persen responden menggunakan internet lebih dari 8 jam setiap hari, 14 persen (8 jam), 5 persen (7 jam), 10 persen (6 jam), dan 11 persen (5 jam).
Mereka yang jarang menyentuh dunia maya, sebut hanya 1 jam dan 2 jam internetan, jumlahnya masing-masing hanya 1 persen dan 3 persen.
Jadi, bila kita bayangkan waktu rehat manusia normal dalam sehari adalah 8 jam, dan waktu untuk berbagai aktifitas lainnya adalah 16 jam (bekerja dan tidur), maka lanskap psikososial menunjukkan kehidupan masyarakat Indonesia dan khususnya netizen mulai lebih dominan online daripada offline.
Boleh dibilang, saat ini masyarakat Indonesia mengalami digital crossover, yaitu masa di mana kehidupan online (digital) lebih dominan ketimbang kehidupan offline (fisikal).
Sharing Vision yang rutin melakukan riset sejenis sebelumnya, melihat kecenderungan ini memang konsisten dari tahun ke tahun. Mayoritas sudah tak bisa lepas dari internet, hanya segelintir alias minoritas masyarakat yang hidupnya masih dominan luring/luar jaringan.
Dengan kondisi awal ini, berikut tiga temuan penting sebagai inisialisasi outlook digital life style trend 2023 .
Pertama, penggunaan berbagai transaksi electronic channel untuk layanan perbankan meningkat luar biasa dengan mobile banking semakin menjadi primadona.
Responden yang menggunakan mobile banking lebih dari 10 kali per bulan tumbuh 150 persen dalam setahun terakhir. Hal ini membuatnya amat sangat jauh meninggalkan dari total penggunaan seluruh channel lain.
Mobile banking digunakan dengan preferensi sekitar 80 persen untuk berbagai layanan baik transfer dana, pembelian pulsa emoney, dll.
Semua channel lain seperti internet banking dll, jauh lebih kecil dari itu. Seolah-olah, kita bisa mengatakan, kita memasuki era di mana banking ada dalam genggaman (lengkapnya bisa dicek dalam grafis No 1 dan No 2 di bawah).
Namun demikian, perkembangan ini melahirkan sejumlah keluhan. Yang utama adalah layanan/sistem down tak bisa diakses. Menyusul berikutnya proses tidak berhasil, namun saldo terpotong, pembayaran terjadi dua kali, dan tidak transaksi tapi saldo terpotong.