JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah disahkan.
Namun Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai dalam omnibus law sektor keuangan itu masih banyak aturan yang belum sempurna.
Salah satunya terkait pelaksanaan burden sharing atau berbagi beban antara Bank Indonesia (BI) dengan pemerintah yang menurut dia terdapat beberapa implikasi risiko.
Seharusnya kata dia, peraturan teknis UU PPSK dapat memagari rambu-rambu penguatan sektor keuangan yang benar-benar diperlukan untuk antisipasi ancaman eksternal terhadap stabilitas keuangan
Baca juga: UU PPSK Dinilai Perkuat Industri Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
"Aturan di UU PPSK tentu masih banyak yang belum sempurna, berkaitan dengan burden sharing BI misalnya punya beberapa implikasi risiko," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Minggu (25/12/2022).
Dia menjelaskan, UU PPSK yang memberikan mandat kepada BI untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar perdana saat terjadi krisis atau disebut burden sharing justru dapat menimbulkan masalah.
Pasalnya, burden sharing ini hanya bersifat temporer untuk membantu APBN saat pandemi kemarin sehingga tidak seharusnya dimasukkan di UU PPSK.
"Kalau burden sharing diatur dalam UU, maka ada semacam moral hazard untuk melanjutkan cetak uang BI. Nanti disiplin fiskalnya melorot karena meski defisit melebar selalu ada BI yang jadi pembeli di pasar primer," jelasnya.
Dia bilang, pemerintah memasukkan aturan ini ke UU PPSK lantaran pemerintah mengkhawatirkan beban utang pemerintah yang akan naik tahun depan akibat tekanan suku bunga.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sahkan UU PPSK
Jadi dengan adanya UU PPSK soal burden sharing ini, pemerintah tidak khawatir saat defisit APBN melebar karena ada BI yang akan menyelamatkan dengan membeli SBN di pasar primer.
"Independensi BI akan menurun ketika burden sharing dilegalisasi dalam UU PPSK karena seolah BI akan menunggu perintah Kemenkeu agar standby mencetak uang demi pembayaran defisit APBN," ucapnya.
Selain itu, dia menilai burden sharing ini dapat menambah tekanan inflasi akibat melonjaknya jumlah uang beredar. Hal ini tentu akan berisiko jika terjadi krisis yang dipicu oleh inflasi tinggi.
"Maka burden sharing bisa perburuk krisis bukan menyelamatkan keuangan negara dari krisis," tuturnya.
Baca juga: Kementerian PUPR Siapkan Toilet Umum Darurat di 4 Titik Jalur Pantura
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.