Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Ikan Berbasis Kuota Akan Diterapkan, Mancing di Laut Tak Boleh Lagi Sembarangan

Kompas.com - 27/12/2022, 10:39 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota. Adapun kuota itu akan diberikan kepada nelayan lokal, industri perikanan, dan hobi memancing.

Dengan diterapkannya kebijakan itu, artinya para nelayan atau pun masyarakat yang sekadar hobi memancing tidak bisa lagi sembarangan menangkap ikan karena harus mengacu berbasis kuota.

"Bagaimana program penangkapan ini bisa dijalankan, ada tiga kuota yang harus dipahami. Yang pertama adalah kuota jumlah yang akan diberikan kepada pelaku penangkap ikan. Kedua adalah kuota yang diberikan kepada masyarakat lokal atau pesisir di situ. Ketiga adalah kuota untuk hobi," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam Bincang Bahari Edisi Spesial, dikutip Selasa (27/12/2022).

Baca juga: Penangkapan Ikan Berbasis Kuota Akan Diterapkan Mulai Awal Januari 2023

Kebijakan tersebut akan diterapkan mulai awal Januari 2023. Namun, untuk payung hukumnya sendiri masih menunggu diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi ke depan, penangkapan ikan terukur tuh basisnya dari kuota. Kapan mau diterapkannya, kita berharap awal Januari (2023) sudah bisa diterapkan," ucap Trenggono.

Penangkapan berbasis kuota ini menurut Trenggono penting diterapkan lantaran untuk menjaga jumlah populasi ikan di lautan.

"Jadi, kalau basisnya adalah kuota itu maka laut kita ini akan bisa dihitung. Karena kita punya Komisi Nasional Kebijakan Penangkapan Ikan atau kajian yang dia bisa menghitung kira-kira populasi perikanan kita itu ada berapa, nah ini yang harus dijaga," jelasnya.

Trenggono mengungkapkan, penerapan penangkapan ikan terukur ini saat pemimpin KKP sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai volume kapal (gross tonnage/GT). Namun kedepan akan diubah berdasarkan kuota.

"Kalau dulu rezim lama itu dengan izin kapal jadi izin kapal yang 30 GT ke bawah itu adalah izin daerah. Lalu di atas 30 GT itu izin pusat dan seterusnya. Nanti ke depan, itu tidak tidak lagi GT tetapi adalah kuota yang diberikan," ungkapnya.

Kemudian, lanjut Trenggono, KKP ingin menerapkan teknologi di seluruh kapal pengawas mereka sebagai penunjang monitoring penangkapan ikan terukur

"Dia bisa kita monitor seperti kayak pesawat terbang, yang terbang tiba-tiba mati langsung bisa dimonitor dia, posisinya ada di mana, jangan-jangan rusak, jangan-jangan di tengah laut. Nah kita segera rescue dan respons sekaligus juga kita bisa menyelamatkan para nelayan yang mengambil ikan," pungkasnya.

Baca juga: Buntut Kasus Kepulauan Widi, PT LII Wajib Kantongi Izin Pemanfaatan Ruang Laut, KKP: Kalau Tidak, Kami Hentikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com