Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Reformasi Pupuk Subsidi

Kompas.com - 30/12/2022, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masalah lainya yang menyebabkan pembiayaan pupuk subsidi makin mahal adalah pembayaran subsidi dilakukan setiap bulan dari data penebusan oleh petani yang disediakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Artinya, uang dibayar dibelakang oleh pemerintah kepada PT PI dari selisih dari HPP dengan HET. Dengan kata lain, Pupuk Indonesia menalangi ongkos produksinya dulu sebelum dibayar setiap bulan oleh pemerintah.

Implikasinya pemerintah harus membayar bunga bank, karena modal kerjanya menggunakan pinjaman bank.

Berbagai usulan dikemukakan untuk menekan alokasi dana pupuk bersubsidi, di antaranya melalui subsidi output alias berupa subsidi harga padi, misalnya.

Dengan produksi mencapai 3 per 4 dari 55 juta ton produksi padi kita pada bulan Maret-April, jumlah yang harus disubsidi mencapai 41 juta ton padi.

Jika yang disubsidi sebesar Rp 1000 saja maka bagaimana cara bayarnya? Bagaimana menyediakan uang besarnya Rp 41 triliun hanya dalam 2 bulan saja? Kementerian Keuangan bisa kalang kabut untuk menyediakan dananya.

Digitalisasi penebusan pupuk subsidi

Kartu tani sebetulnya bisa jadi alternatif mengurangi kebocoran dan memungkinkan pupuk subsidi jatuh kepada yang berhak.

Kartu tani menggunakan EDC yang disediakan oleh Bank sudah ditinggalkan, karena teknologinya sudah sangat ketinggalan zaman.

Ada yang berseloroh, jangan-jangan EDC yang dibagikan kepada kios penyalur pupuk subsidi, untuk menghabiskan stok yang menumpuk di gudang Bank Himbara. Bagaimanapun, kartu tani merupakan entry poin masuknya digitalisasi penebusan pupuk subsidi.

Meskipun kartu tani sudah dikenalkan untuk penebusan pupuk, tetapi digitalisasi masih belum menyeluruh. Kartu tani masih belum diterima semua petani, apalagi menggunakannya.

Alasannya macam-macam termasuk lemotnya internet, petani masih belum paham dan kartu tani sering rusak dan hilang.

Belum lagi situasi stok di kios petani yang tidak dapat dipantau secara real time. Lalu yang lebih mendasar lagi adalah sebagian besar kios tani juga masih memproses penebusan pupuk subsidi secara manual.

Tidak ada jalan lain kecuali melakukan digitalisasi semua proses dari pabrik pupuk ke distributor lalu ke kios dan selanjutnya ke petani.

Sampai dengan saat ini, seperti yang disampaikan oleh Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia, Gusrizal, digitalisasi baru sampai Track and Trace kemasan pupuk lalu Distribution Planning and Control System (DPCS) penebusan oleh distributor dan kios. Namun penebusan oleh petani di kios masih pada tahap uji coba.

Digitalisasi baru dimulai sebagai gelombang selanjutnya dari reformasi pupuk subsidi. Dalam 1-2 tahun ke depan, kita akan melihat penyaluran pupuk subsidi yang lebih baik dan tepat sasaran serta memutus rantai penyelewengan.

Digitalisasi penyaluran pupuk subsidi dapat merekam dan mencatat semua proses penyaluran pupuk sehingga akan memudahkan pengawasan, meningkatkan perencanaan distribusi hingga memperkuat penelusuran jika terjadi penyelewengan.

Dosis pupuk: awal membangun pertanian presisi

Tidak puas dengan e-RDKK, Kementan juga memasukkan persyaratan dosis pupuk yang memang betul-betul dibutuhkan oleh tanah dan tanaman pada sistem e-RDKK.

Dosis pupuk sesuai wilayah (sampai pada level kecamatan) ini dikembangkan Litbang Pertanian c.q. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian.

Para peneliti di Balai besar tersebut mempelajari lika-liku dari nutrien atau hara tanaman dan menyadari bahwa pemberian pupuk selama bertahun-tahun bisa menumpuk di tanah.

Ternyata benar. Pupuk P maupun K, selain yang diambil tanaman, ternyata cukup banyak menumpuk di tanah setelah bertahun-tahun dipupuk.

Rupanya selama 53 tahun subsidi berjalan, petani menggunakan pupuk dalam jumlah yang sama bahkan cenderung berlebih sehingga kadar P dan K pada sawah intensif sebagian besar menumpuk di dalam tanah.

Sementara pupuk N rupanya hilang ke perairan atau menguap ke udara selain tentunya diambil oleh tanaman untuk berproduksi.

Berdasarkan dari studi inilah kemudian dikembangkan peta status hara tanah di seluruh Indonesia.

Dari peta inilah kemudian dosis pupuk tiap-tiap wilayah di Indonesia dikembangkan. Maka dilakukan riset dosis pupuk di lapangan di berbagai lokasi sawah di Indonesia dengan tingkat status hara tanah yang berbeda-beda kadar P dan K-nya.

Hasilnya sungguh mencengangkan: banyak sawah-sawah yang tidak memerlukan lagi penambahan P dan K, ada juga yang memerlukan dalam jumlah sedikit, tetapi tidak banyak sawah yang perlu pupuk P dan K yang cukup.

Hasil riset yang dilakukan oleh Litbang Pertanian ini dampaknya besar. Pertama, formula pupuk NPK yang 15-15-15 dapat diubah ke bentuk formula yang menggunakan pupuk P dan K (yang sebagian besar harus impor) dalam jumlah kecil, yaitu formula 15-10-10 bahkan 15-8-8.

Bisa dibayangkan berapa jumlah cuan yang bisa diirit! Rp 2 triliun.

Lalu yang kedua, dosis yang direkomendasikan menjadi turun drastis. Bayangkan saja di salah satu provinsi di Jawa yang mengusulkan kebutuhan pupuk subsidi dengan e-RDKK dapat dihemat kurang lebih Rp 600 miliar jika mengikuti dosis yang dianjurkan.

Informasi dosis pupuk inilah yang kemudian diterapkan pada e-RDKK. Petani hanya boleh mengajukan permintaan terhadap pupuk subsidi sesuai dosis ini.

Jika lebih, maka sistem akan menghapus dan menghitung ulang sesuai dosis. Jika kurang, sistem akan acuh.

Kebiasaan petani untuk memupuk berlebih sudah disadari bertahun-tahun karena bagi mereka indikator sederhana adalah warna daun padinya yang harus ‘benar-benar hijau’.

Mungkin karena harga pupuk subsidi yang murah apalagi pada masa lalu tidak ada pembatasan jumlah pupuk yang diminta. Kita bisa menemukan usulan petani bisa mencapai 400-500 kg urea, lebih dari dua kali lipat berdasarkan dosis yang dianjurkan.

Dosis pupuk berbasis riset ini merupakan terobosan lanjutan yang sudah dilakukan untuk lebih mengefisienkan subsidi pupuk. Selain itu, dengan dosis pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanaman kita akan memulai era presisi pertanian.

*Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com