Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Reformasi Pupuk Subsidi

Kompas.com - 30/12/2022, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Muhrizal Sarwani dan Sumarjo Gatot Irianto*

KELANGKAAN pupuk sudah terdengar terjadi akhir November 2022. Petani berteriak menjerit melakukan demo. Salah satunya di Dinas Pertanian Kabupaten Bangkalan, mereka meminta agar segera menyalurkan pupuk subsidi.

Padahal pertengahan November, melalui rilisnya, PT Pupuk Indonesia (PI) mengatakan siap menyalurkan pupuk subsidi sebesar 760.902 ton yang stoknya sudah tersedia di gudang-gudang PT PI dan siap didistribusikan ke seluruh distributor hingga kios resmi untuk melayani petani-petani yang terdaftar sesuai ketentuan pemerintah.

Secara rinci, stok pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari pupuk Urea sebanyak 445.691 ton dan pupuk NPK sebanyak 315.211 ton.

PT Pupuk Indonesia tercatat sudah menyalurkan sebanyak 6,217 juta atau 77,3 persen dari alokasi yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian.

Data penyaluran/penyerapan pupuk subsidi 2018-2021 dari Direktorat Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian (Kementan) memperlihatkan bahwa kenaikan permintaan pupuk subsidi mulai terjadi pada awal November dan akan mencapai puncaknya pada Desember-Januari.

Saat November, rata-rata serapan pupuk subsidi selama 2018-2021 sebesar 394.931 ton urea dan 214.985 ton NPK dengan penyerapan/penyaluran tertinggi terjadi pada 2018 sebesar 441.000 ton urea dan 245.000 ton NPK.

Pola penyerapan/penyaluran pupuk subsidi dari tahun ke tahun mengikuti pola tanam padi. Saat dimulainya tanam padi, maka penyerapan pupuk subsidi akan melonjak tinggi.

Hal ini wajar terjadi karena para petani padi sawah, yang mendominasi pengguna pupuk subsidi, sedang melakukan persiapan dan memulai tanam padi mereka atau yang umum dikenal dengan istilah musim tanam Oktober-Maret.

Pertanaman dimulai Oktober dan akan panen pada Maret. Musim berikutnya adalah musim tanam April-September.

Stok pupuk urea sebesar 445.691 ton dan pupuk NPK sebanyak 315.211 ton yang disiapkan oleh PT Pupuk Indonesia, sudah melebihi dari serapan tertinggi dari seri data 2018-2021.

Para petani penerima pupuk yang terdaftar mestinya tidak perlu merasa khawatir terkait pasokan pupuk subsidi.

Pertanyaan fundamentalnya adalah jika pupuk subsidi mencukupi, mengapa langka pupuk masih terjadi seperti halnya di Bangkalan? Apa yang sebenarnya terjadi?

Stok di pabrik dan ketersediaan faktual di lapangan sering tidak sesuai. Sebabnya sederhana, kalau pupuk tersebut belum ditebus oleh distributor pupuk, maka tetap saja pupuk tersebut ngendon di pabrik alias tidak ke luar menuju kios-kios resmi di pelosok desa se-Indonesia.

Jika distributor harus menebus, maka mereka harus menyediakan ‘uang cash’ dalam jumlah besar. Tidak ada istilah pay later bagi distributor pupuk.

Kalau satu distributor memiliki kuota 1.000 ton, maka dia harus menyediakan uang paling tidak Rp 2 miliar-Rp 3 miliar . Bisa dibayangkan kalau distributor memiliki 5.000-10.000 ton, apalagi sampai 100.000-an ton kuota, dia harus betul-betul berhitung dengan cermat agar dapat menyediakan ‘cash’.

Data petani yang mendaftar untuk mendapatkan pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 16,7 juta petani dari jumlah petani 22,3 juta orang di Indonesia (Susenas, 2013).

Berapa jumlah pupuk subsidi yang diajukan oleh para petani melalui e-RDKK (elektronik Rencana Definitif kebutuhan kelompok)? Sebanyak 23,3 juta ton pupuk! Jumlah yang diajukan ini untuk 70 komoditas pertanian.

Namun demikian, anggaran subsidi yang disediakan pemerintah terbatas, yaitu hanya disediakan untuk 9,04 juta ton.

Gap yang sangat besar antara usulan kebutuhan dan alokasi yang disediakan pemerintah, menyebabkan langka pupuk akan selalu terjadi, sampai kapanpun dan dengan metode apapun yang dikembangkan untuk distribusinya.

Celakanya lagi, sudah terbatas, pupuk subsidi masih bocor ke para pihak yang tidak berhak, akibat selisih harga pupuk subsidi dan pupuk komersial yang tinggi.

Data petani yang mendaftar tidak hanya nama, tetapi juga dilengkapi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), komoditas yang akan ditanam, luas lahan yang digarap, waktu tanam, dan kebutuhan pupuk per musim harus ada di kios resmi tempat menebus pupuk subsidi oleh petani.

Jika tidak ada nama, maka tidak akan boleh menebus pupuk subsidi. Jika kuota atau jatah sudah habis karena sudah ditebus sebelumnya, maka petani juga tidak bisa mendapatkan tambahan pupuk subsidi.

Itupun petani harus menggunakan kartu tani. Kalau tidak punya kartu tani, maka harus bawa KTP. Inilah yang bisa membuat para petani yang sudah datang jauh-jauh dari desa di pelosok tetapi kemudian tidak mendapatkannya (baik karena tidak terdaftar ataupun habis jatah), menjadi marah dan tidak sedikit yang mengamuk.

Kios pupuk merasa pupuk sudah ditebus, seakan itu miliknya, padahal yang dia tebus hanya sebagian kecil harga pupuk subsidi, masih ada komponen subsidi.

Jadi tidak benar kios mengatakan bahwa pupuk itu miliknya, sehingga bisa sewenang-wenang ke petani. Kios bertindak demikian juga bukan tanpa alasan, karena pemeriksaan administrasi pupuk bersubsidi berlapis, mulai Inspektorat Jenderal, BPKP dan BPK, sehingga energi petugas yang terkuras luas biasa.

Belum lagi kalau harus berhadapan dengan “oknum aparat penegak hukum” yang datang untuk mencari-cari kesalahan.

Refomasi pupuk subsidi

Kebijakan subsidi pupuk sudah berjalan 53 tahun, sejak tahun 1969, yang merupakan tulang punggung program Bimas sebagai upaya pemerintah untuk swasembada pangan.

Penggunaan pupuk merupakan salah satu komponen Panca Usaha Tani yang merupakan batang tubuh dari program Bimas.

Program ini merupakan antisipasi pemerintah memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Juga sebagai respons ditemukannya varietas unggul baru IR 5 dan IR 8 yang responsif terhadap pupuk dibandingkan varietas-varietas tradisional yang digunakan oleh petani pada tahun 1960-an.

International Rivce Reseacrh Institute (IRRI) atau Pusat Penelitian Padi Internasional yang berpusat di Filipina menemukan jenis padi ini yang kemudian disebarkan ke berbagai negara Asia.

Akhir 1960-an, tidak hanya Program Bimas, pemerintah juga meluncurkan kebijakan lainnya untuk memastikan ketersediaan pangan rakyat.

Pembangunan bendungan Jatiluhur, pembangunan pabrik pupuk adalah beberapa terobosan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin pangan rakyat.

Bahkan Presiden Soeharto secara simbolis ikut menanam IR 5 dan IR 8 pada tanggal 3 Juni 1968. Pemerintah juga meluncurkan BUUD/KUD untuk dapat menyalurkan pupuk bersubsidi, sekaligus petani berkelompok untuk memperkuat usaha taninya.

Dalam perjalanannya yang lebih dari 50 tahun, kebijakan subsidi pupuk mengalami berbagai dinamika termasuk pernah dicabut karena krisis ekonomi tahun 1998 atas tekanan IMF, tetapi kemudian diberlakukan kembali pada tahun 2003 sampai dengan saat ini.

Namun prinsipnya tetap sama, yaitu untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani.

Beberapa terobosan penting sebagai bagian reformasi pupuk diuraikan di bawah ini. Bukan berarti bahwa terobosan-terobosan lainnya tidak penting, tetapi yang memberikan dampak besar yang akan disampaikan.

Beberapa di antara yang tidak dibahas pada kesempatan ini seperti pewarnaan urea untuk membedakan dari urea non subsidi sehingga tidak dapat digunakan untuk lem kayu lapis dan menghindarkan penyelewengan pupuk subsidi.

Contoh lainnya adalah penandaan karung pupuk dengan barcode, sehingga identitas distributor dapat diketahui jika ada kejadian yang tidak diinginkan. Pernah kedapatan pupuk yang harusnya untuk distributor Lampung, tetapi pergi ke Kalimantan Barat, maka hukuman yang harus diterima oleh distributornya adalah langsung kena pecat tanpa ada teguran ke 1, 2 atau 3.

E-RDKK: Data Petani by name by addres

Data petani yang dimasukkan ke dalam RDKK merupakan sebuah terobosan dalam membangun kebijakan subsidi pupuk yang lebih efisien dan efektif. Bank Dunia dalam studi beberapa tahun lalu menyebutkan bahwa subsidi pupuk masih jauh dari harapan. Masih belum efektif dan efisien.

Data petani yang meliputi nama dan NIK (by name by address), komoditas yang akan ditanam, luas lahan yang digarap, waktu tanam, dan kebutuhan pupuk per musim harus dimasukkan ke dalam RDKK atau Rencana Definitif Kegiatan/Kebutuhan Kelompok yang disusun oleh masing-masing anggota kelompok tani dengan dilengkapi hal-hal yang sudah disebutkan di atas.

Sejak 2018, data ini di-upload melalu sistem e-RDKK oleh admin pada kecamatan, biasanya koordinator penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).

Data ini harus sudah masuk bulan Oktober setiap tahun untuk digunakan dalam penyusunan alokasi pupuk subsidi tahun berikutnya yang diatur oleh Kementan melalui Peraturan Menteri Pertanian.

Alokasi dibagi kepada setiap provinsi, selanjutnya provinsi membagi alokasi tersebut kepada masing-masing kabupaten berdasarkan keputusan kepala dinas provinsi yang membidangi Pertanian.

Seterusnya, kepala dinas kabupaten yang membidangi pertanian di kabupaten membagi alokasi tersebut kepada masing-masing kecamatan sampai dengan desa. Rumit bukan?

Bagi petani, harapan terhadap pupuk subsidi sungguh besar karena komponen ongkos produksi untuk menghasilkan padi dari pupuk 15-30 persen (Tim IPB, 2022).

Mereka rela menyediakan data by name by address yang diminta penyuluh. Bandingkan dengan penerima subsidi BBM yang diminta memasukkan ke dalam aplikasi my Pertamina, gaduhnya luar biasa.

Lalu, bagaimana data penerima subsidi gas. Setali tiga uang dengan data penerima BBM. Saya sering memperhatikan beberapa tetangga yang membeli gas melon, padahal termasuk kalangan mampu dibandingkan para petani yang berharap dari hasil taninya, yang juga belum tentu berhasil.

Ketidakadilan sistemik ini masih berlanjut dengan menurunnya alokasi volume pupuk bersubsidi, akibat melambungnya harga bahan baku pupuk bersubsidi.

Dapat dibayangkan dengan jumlah petani 16,7 juta yang harus di-upload di sistem tentu membuat rumit.

Bahkan jenis subsidi energi tidak serumit subsidi pupuk seperti subsidi BBM, subsidi gas, subsidi listrik yang berkali-kali lipat jumlah subsidinya dibanding subsidi pupuk.

Jika subsidi energi sudah mencapai Rp 600 triliun pada 2022 ini, maka subsidi pupuk hanya 4 persen dari subsidi energi.

Data petani by name by address melalui e-RDKK ini merupakan salah satu reformasi pupuk subsidi yang dilakukan pemerintah.

e-RDKK adalah sebuah terobosan yang paling signifikan dalam memperbaiki ketepatan sasaran penerima subsidi pupuk karena menggunakan data NIK yang ada di Dukcapil Kemendagri, sehingga pengguna pupuk bersubsidi traceable.

Bandingkan dengan pengguna BBM bersubsidi dan gas bersubsidi, mereka untuk kepentingan UMKM dan pribadi. Sementara petani menyediakan pangan untuk rakyat seluruh negeri.

Namun demikian, masih saja banyak yang ribut soal kevalidan data yang ada di e-RDKK! Padahal data tersebut sudah dipadupadankan dengan data Dukcapil Kemendagri yang dikawal oleh KPK dan hasilnya 99,2 persen akurat.

Petani pasti diuntungkan dengan subsidi pupuk karena dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau. Ongkos produksi bisa ditekan dan tentu hasilnya dari jual hasil panen menjadi meningkat. Namun ada pihak lain yang lebih menikmati keuntungannya, yaitu para pemburu rente.

Bahkan baru-baru ini seperti yang diberitakan oleh media online, Bareskrim berhasil menggulung para pemburu rente ini di Tangerang dengan kerugian diperkirakan Rp 31 miliar. Pemilik kios melakukannya dengan memalsukan data e-RDKK.

Pemilik kios punya dua daftar penebusan. Mengapa ini bisa terjadi? Gap antara harga pupuk subsidi dan non subsidi yang semakin besar dari tahun ke tahun.

Apalagi sejak krisis pupuk dunia sudah mengemuka pada akhir 2021, gap tersebut semakin membesar. Bayangkan saja harga pupuk urea subsidi Rp 2300 per kg dan harga urea non subsidi bisa mencapai Rp 10.000/kg. Sungguh menggiurkan keuntungan lebih dari 7.500 per kg.

Bayangkan kalau volumenya ratusan atau ribuan ton, berapa rente yang berhasil digaruk oleh tikus busuk tadi?

Pertanyaan fundamentalnya adalah bagaimana menanggulangi masalah ini yang dari tahun ke tahun selalu terjadi? Adakah auktor intelektualnya?

Pemerintah harus putar otak, menyelesaikan masalah ini, bukan membiarkannya. Apalagi kondisinya makin buruk dengan adanya krisis pupuk dunia. Harus ada prioritas komoditas yang diutamakan atau jenis pupuk yang disubsidi.

Bulan Oktober lalu Permentan 10/2022 dikeluarkan, di mana hanya dua jenis pupuk yang disubsidi dari semula lima jenis pupuk, yaitu hanya urea dan NPK.

Penerimanya juga dikoreksi, yaitu hanya para petani yang melakukan usaha tani dengan lahan garapan maksimal 2 ha setiap musimnya, pada subsektor tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, bawang putih), dan/atau perkebunan (tebu rakyat, kakao, kopi), dari semula 70 jenis komoditas (termasuk perikanan).

Namun demikian, faktanya penyelewengan pupuk bersubsidi masih tetap saja banyak terjadi, meskipun akhir-akhir ini sudah jauh berkurang dibandingkan dengan 10-20 tahun lalu.

Penyelewengan ini menyebabkan rusak susu sebelanga. Berita-berita seperti ini lebih menarik bagi para pengamat yang mengusulkan agar pupuk subsidi dihapus saja dan diganti dengan bentuk subsidi lain. Atau diberikan dalam bentuk langsung berupa voucher.

Ada juga pengamat yang mengusulkan agar penerimanya dibatasi untuk yang miskin saja sesuai kriteria yang datanya ada di kantor Wapres.

Mungkin banyak yang lupa atau bahkan tidak tahu bahwa Kementan pernah melakukan uji coba di Kabupaten Karawang dengan sistem voucher ini.

Selain rumit juga menimbulkan ekses lain berupa moral hazard. Bukannya ditebus untuk pupuk, uang subsidi langsung berupa voucher diselewengkan oleh kelompok tani untuk kepentingan pribadi. Tidak sedikit yang kawin lagi menggunakan uang subsidi langsung ini.

Lalu Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu menggunakan data kemiskinan di kantor Wapres melakukan uji coba subsidi pupuk dengan ‘kriteria untuk orang miskin’ di salah satu desa di NTB.

Hasilnya didapat bahwa dari sekitar 400 KK hanya 40KK yang berhak mendapat pupuk subsidi berdasarkan kriteria orang miskin. Baru disosialisasikan, para peneliti harus bubar jalan karena didemo dan diamuk oleh para petani di desa tersebut.

Masalah lainya yang menyebabkan pembiayaan pupuk subsidi makin mahal adalah pembayaran subsidi dilakukan setiap bulan dari data penebusan oleh petani yang disediakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Artinya, uang dibayar dibelakang oleh pemerintah kepada PT PI dari selisih dari HPP dengan HET. Dengan kata lain, Pupuk Indonesia menalangi ongkos produksinya dulu sebelum dibayar setiap bulan oleh pemerintah.

Implikasinya pemerintah harus membayar bunga bank, karena modal kerjanya menggunakan pinjaman bank.

Berbagai usulan dikemukakan untuk menekan alokasi dana pupuk bersubsidi, di antaranya melalui subsidi output alias berupa subsidi harga padi, misalnya.

Dengan produksi mencapai 3 per 4 dari 55 juta ton produksi padi kita pada bulan Maret-April, jumlah yang harus disubsidi mencapai 41 juta ton padi.

Jika yang disubsidi sebesar Rp 1000 saja maka bagaimana cara bayarnya? Bagaimana menyediakan uang besarnya Rp 41 triliun hanya dalam 2 bulan saja? Kementerian Keuangan bisa kalang kabut untuk menyediakan dananya.

Digitalisasi penebusan pupuk subsidi

Kartu tani sebetulnya bisa jadi alternatif mengurangi kebocoran dan memungkinkan pupuk subsidi jatuh kepada yang berhak.

Kartu tani menggunakan EDC yang disediakan oleh Bank sudah ditinggalkan, karena teknologinya sudah sangat ketinggalan zaman.

Ada yang berseloroh, jangan-jangan EDC yang dibagikan kepada kios penyalur pupuk subsidi, untuk menghabiskan stok yang menumpuk di gudang Bank Himbara. Bagaimanapun, kartu tani merupakan entry poin masuknya digitalisasi penebusan pupuk subsidi.

Meskipun kartu tani sudah dikenalkan untuk penebusan pupuk, tetapi digitalisasi masih belum menyeluruh. Kartu tani masih belum diterima semua petani, apalagi menggunakannya.

Alasannya macam-macam termasuk lemotnya internet, petani masih belum paham dan kartu tani sering rusak dan hilang.

Belum lagi situasi stok di kios petani yang tidak dapat dipantau secara real time. Lalu yang lebih mendasar lagi adalah sebagian besar kios tani juga masih memproses penebusan pupuk subsidi secara manual.

Tidak ada jalan lain kecuali melakukan digitalisasi semua proses dari pabrik pupuk ke distributor lalu ke kios dan selanjutnya ke petani.

Sampai dengan saat ini, seperti yang disampaikan oleh Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia, Gusrizal, digitalisasi baru sampai Track and Trace kemasan pupuk lalu Distribution Planning and Control System (DPCS) penebusan oleh distributor dan kios. Namun penebusan oleh petani di kios masih pada tahap uji coba.

Digitalisasi baru dimulai sebagai gelombang selanjutnya dari reformasi pupuk subsidi. Dalam 1-2 tahun ke depan, kita akan melihat penyaluran pupuk subsidi yang lebih baik dan tepat sasaran serta memutus rantai penyelewengan.

Digitalisasi penyaluran pupuk subsidi dapat merekam dan mencatat semua proses penyaluran pupuk sehingga akan memudahkan pengawasan, meningkatkan perencanaan distribusi hingga memperkuat penelusuran jika terjadi penyelewengan.

Dosis pupuk: awal membangun pertanian presisi

Tidak puas dengan e-RDKK, Kementan juga memasukkan persyaratan dosis pupuk yang memang betul-betul dibutuhkan oleh tanah dan tanaman pada sistem e-RDKK.

Dosis pupuk sesuai wilayah (sampai pada level kecamatan) ini dikembangkan Litbang Pertanian c.q. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian.

Para peneliti di Balai besar tersebut mempelajari lika-liku dari nutrien atau hara tanaman dan menyadari bahwa pemberian pupuk selama bertahun-tahun bisa menumpuk di tanah.

Ternyata benar. Pupuk P maupun K, selain yang diambil tanaman, ternyata cukup banyak menumpuk di tanah setelah bertahun-tahun dipupuk.

Rupanya selama 53 tahun subsidi berjalan, petani menggunakan pupuk dalam jumlah yang sama bahkan cenderung berlebih sehingga kadar P dan K pada sawah intensif sebagian besar menumpuk di dalam tanah.

Sementara pupuk N rupanya hilang ke perairan atau menguap ke udara selain tentunya diambil oleh tanaman untuk berproduksi.

Berdasarkan dari studi inilah kemudian dikembangkan peta status hara tanah di seluruh Indonesia.

Dari peta inilah kemudian dosis pupuk tiap-tiap wilayah di Indonesia dikembangkan. Maka dilakukan riset dosis pupuk di lapangan di berbagai lokasi sawah di Indonesia dengan tingkat status hara tanah yang berbeda-beda kadar P dan K-nya.

Hasilnya sungguh mencengangkan: banyak sawah-sawah yang tidak memerlukan lagi penambahan P dan K, ada juga yang memerlukan dalam jumlah sedikit, tetapi tidak banyak sawah yang perlu pupuk P dan K yang cukup.

Hasil riset yang dilakukan oleh Litbang Pertanian ini dampaknya besar. Pertama, formula pupuk NPK yang 15-15-15 dapat diubah ke bentuk formula yang menggunakan pupuk P dan K (yang sebagian besar harus impor) dalam jumlah kecil, yaitu formula 15-10-10 bahkan 15-8-8.

Bisa dibayangkan berapa jumlah cuan yang bisa diirit! Rp 2 triliun.

Lalu yang kedua, dosis yang direkomendasikan menjadi turun drastis. Bayangkan saja di salah satu provinsi di Jawa yang mengusulkan kebutuhan pupuk subsidi dengan e-RDKK dapat dihemat kurang lebih Rp 600 miliar jika mengikuti dosis yang dianjurkan.

Informasi dosis pupuk inilah yang kemudian diterapkan pada e-RDKK. Petani hanya boleh mengajukan permintaan terhadap pupuk subsidi sesuai dosis ini.

Jika lebih, maka sistem akan menghapus dan menghitung ulang sesuai dosis. Jika kurang, sistem akan acuh.

Kebiasaan petani untuk memupuk berlebih sudah disadari bertahun-tahun karena bagi mereka indikator sederhana adalah warna daun padinya yang harus ‘benar-benar hijau’.

Mungkin karena harga pupuk subsidi yang murah apalagi pada masa lalu tidak ada pembatasan jumlah pupuk yang diminta. Kita bisa menemukan usulan petani bisa mencapai 400-500 kg urea, lebih dari dua kali lipat berdasarkan dosis yang dianjurkan.

Dosis pupuk berbasis riset ini merupakan terobosan lanjutan yang sudah dilakukan untuk lebih mengefisienkan subsidi pupuk. Selain itu, dengan dosis pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanaman kita akan memulai era presisi pertanian.

*Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com