KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Membuat Dampak

Kompas.com - 31/12/2022, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

DENGAN perubahan lingkungan ekonomi sebagai akibat dari pandemi Covid-19 dan perkembangan teknologi yang pesat, kebutuhan untuk membuat dampak yang kuat menjadi sangat penting. Dampak sendiri adalah kekuatan memengaruhi lingkungan sekitar sehingga orang lain terinspirasi untuk melakukan tingkah laku positif.

Di media sosial, kita dapat melihat tokoh yang tiba-tiba membuat dampak besar dan bisa memiliki pengaruh sampai ke tokoh politik. Sayangnya, membuat dampak bukan perkara mudah. Banyak orang melakukan beragam upaya keras, tetapi tetap tidak memberikan efek yang signifikan.

Sebagai pemimpin, kita pun ingin memberikan dampak ke organisasi, tim, bahkan sampai kepada pelanggan. Ungkapan John Maxwell yang mengatakan bahwa “leadership is influence—nothing more, nothing less” perlu ditambahkan dengan penciptaan dampak terhadap lingkungan sekitar.

Kemampuan memengaruhi tidak selamanya dapat membuat dampak. Memang, dengan kita berhasil memengaruhi orang lain, kesempatan membuat dampak tentunya menjadi lebih besar. “Leaders is influence, but not every leader produces impact.”

Agar efektif, dampak perlu diciptakan secara berkesinambungan. Intinya, dampak adalah pengaruh yang menginspirasi orang lain. Seorang pemimpin dapat memiliki pengaruh besar terhadap cara kerja, tata krama, dan kondisi mental anak buahnya.

Jadi, apa sebenarnya yang membedakan seorang pemimpin yang berhasil membuat dampak dengan yang tidak?

Pemimpin yang memiliki dampak biasanya terampil dalam mempraktikkan emotional agility. Pemimpin yang efektif biasanya tidak menyembunyikan perasaan dan penghayatan internalnya. Semua pembicaraan batin dan self-talk-nya dilakukan dengan cara yang mindful dan produktif.

Seorang pemimpin yang ingin bekerja dengan para pengikutnya, bahkan memiliki pengaruh pada orang di sekitarnya, memang perlu menyelesaikan semua konflik dan kekhawatiran yang ada dalam dirinya dulu. Ia perlu selesai dengan dirinya sehingga kuat untuk agile secara emosional. Dengan demikian, apa pun masalahnya, emosi dan pikirannya tetap terkontrol.

Pemimpin dengan emotional agility biasanya lebih mudah berkomunikasi secara transparan dengan para pengikutnya. Ia memberikan ruang terbuka pada mereka untuk dapat berterus terang menyatakan perasaan, pendapat, atau ide-ide mereka di forum.

Ia perlu bersikap autentik dalam memberikan tanggapan sehingga anggota tim pun merasa diberdayakan dan dimudahkan. Sikap ini sangat dibutuhkan, apalagi dalam situasi yang serbatidak jelas ini. Semakin terbuka dan transparan suasana kerja, maka semakin mudah pula para anggota kelompok mencapai sasarannya.

Pemimpin dapat menjadi hub untuk informasi dan perputaran komunikasi. Dengan demikian, rasa percaya antaranggota tim juga lebih mudah terbentuk. Individu yang sudah merasa “aman” dapat menjadi dirinya sendiri dan bisa berprestasi lebih optimal.

Seorang pemimpin yang berdampak juga memberikan kejelasan arah dan tujuan bagi para pengikutnya. Mereka perlu mengupayakan para bawahan agar mengerti the why of work. Para pengikutnya perlu menyadari arti dan nilai dari apa yang mereka kerjakan. Dari sini akan timbul inspirasi, motivasi, dan nilai-nilai yang dihayati anak buahnya hingga mereka terdorong untuk berprestasi.

Seorang pemimpin berdampak akan menunjukkan cara berpikir yang sistematik. Situasi bisnis terkini dengan ekosistemnya penuh dengan hal-hal yang terinterkoneksi dan tumpang tindih.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Pemimpin perlu mengurai dan menyusun sistematika permasalahannya agar ia dapat menavigasi kelompoknya. Hal ini juga dapat memampukan mereka untuk bersikap responsif terhadap ketidakjelasan dan perubahan-perubahan mendadak yang terjadi. Pemimpin yang memiliki helicopter view dapat membantu anggota timnya agar lebih memahami mengapa dan bagaimana mereka mengatur responsnya.

Oleh karena itu, pemimpin perlu meningkatkan keterampilannya dalam beberapa hal berikut untuk menjadi lebih berdampak.

Pertama, menguatkan energi tim. Tim akan mengeluarkan energi lebih jika mereka merasa pasti, aman, dan jelas sasarannya. Seorang pemimpin perlu terampil merabarasakan energi tim yang mulai melemah. Di sinilah, ia perlu meningkatkan komunikasi yang mengingatkan kembali pada tujuan kelompok, mengurangi kekhawatiran, dan meningkatkan moral.

Kedua, menggalakkan kolaborasi, baik secara internal maupun eksternal. Bigger results come from bigger efforts. Sebagai pemimpin, kita perlu memiliki obsesi untuk menyatukan bagian-bagian yang masih terpisah dan dapat menyulitkan inovasi. Kita perlu meyakini bahwa kolaborasi akan membawa banyak kemungkinan lain yang bisa menjamin kesuksesan yang lebih besar.

Ketiga, menumbuhkan kreativitas. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, kita dapat memancing kreativitas anggota tim. Diskusi-diskusi positif akan menelurkan inovasi. Ketika tanya jawab seperti ini sudah menjadi kebiasaan, tim akan tumbuh menjadi kelompok yang kuat dan kreatif.

Keempat, menggunakan pengaruh, bukan kekuasaan. Sejak kapan pun, tidak ada bawahan merasa senang ditekan dan dipaksa. Kesabaran, kehalusan tutur kata, dan persuasi akan memperlemah hati yang keras sekalipun sehingga dapat membangun sambung rasa untuk meningkatkan dampak.

Kelima, memberikan penghargaan. Hargai kemajuan sekecil apa pun yang diperoleh bawahan. Hindari suasana toksik yang penuh tegangan tinggi, bernada menghukum, dan penuh penilaian. Hindari “killer C”, seperti criticizing, complaining, comparing, colluding, ataupun contending. Pelihara kata-kata penuh energi. Dengan menebarkan semangat untuk maju, tim akan menunjukkan respek dan semangat serta meminimalkan pemikiran tentang hambatan.

Keenam, berfokus pada apa yang benar, bukan siapa yang benar. Jangan berpihak. Manfaatkan konflik untuk menjadi sumber inspirasi perbaikan.

Tidak ada jalan pintas untuk tiba-tiba menjadi pemimpin yang berdampak. Dibutuhkan upaya keras untuk menuju ke sana. Seorang CEO mengatakan, “The potential leaders in our pipeline need to show up, step up, and increase their leadership impact.” Sebaiknya kita memulai saja.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com