Gejala utama resesi adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi. Banyak negara memerangi inflasi melalui bauran kebijakan fiskal dan moneter. Namun demikian, banyak kebijakan Bank Sentral dan kebijakan fiskal pemerintah yang tidak sejalan.
"Kebijakan fiskal harus diselaraskan dengan kebijakan moneter," kata resep kebijakan dari para ahli ekonomi makro.
Yang sering terjadi adalah bank sentral berusaha untuk memperketat kebijakan moneter, namun pada saat yang sama otoritas fiskal mencoba merangsang permintaan agregat.
Hal ini ini seperti memiliki mobil dengan dua pengemudi di depan. Masing-masing mencoba mengarahkan mobil ke tujuan yang berbeda arah. Itu tidak akan bekerja dengan baik.
Sebagai negara terbesar secara ekonomi, pertumbuhan ekonomi AS sangat berpengaruh. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS hingga 2022 hingga 2023.
Pertumbuhan PDB AS akan melambat, diproyeksikan sebesar 2,3 persen pada tahun 2022 dan 1 persen pada tahun 2023.
Namun banyak yang yakin ekonomi AS dapat menghindari dampak resesi. Hal itu akan menjadi kabar baik bagi pekerja dan investor.
Meski tahun 2023 diperkirakan menjadi tahun yang lebih lambat untuk pertumbuhan ekonomi dibandingkan tahun 2022, namun ada hal yang positif. Ini berarti kemungkinan ekonomi akan mendingin, harga-harga akan (mudah-mudahan) mulai mendatar dan pasar kerja masih mungkin cukup kuat.
Dampak cukup signifikan bagi Indonesia adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang cukup serius di China 2022.
Tahun 2023 perekonomian China akan membaik. Pertumbuhan China akan meningkat menjadi 4,7 persen pada 2023 karena ekonomi diperkirakan akan terbebas dari penyebaran COVID-19 dan pembatasan terkait virus pada paruh kedua tahun ini, kata para ekonom dan analis.
Menurut survei atas 37 ekonom yang dilakukan bersama oleh Nikkei Asia dan Nikkei Quick News bulan Desember 2022, tingkat pertumbuhan riil produk domestik bruto di China, ekonomi terbesar Asia diperkirakan meningkat dari 3 persen pada 2022, menjadi 4,7 persen pada tahun 2023.
Meskipun masih di bawah pertumbuhan optimal di China, kenaikan ini merupakan tanda baik bagi perekonomian Indonesia dan ASEAN.
Jika resesi melanda, bukan berarti dunia usaha dan investor tidak bisa menghasilkan uang. Peluang akan muncul dan dapat dimanfaatkan, selama kita tahu kemana harus mencari.
Dalam periode pertumbuhan ekonomi rendah atau bahkan negatif, perusahaan besar cenderung mengungguli perusahaan kecil. Ini masuk akal.
Perusahaan yang lebih besar umumnya memiliki sumber pendapatan yang lebih beragam, basis pelanggan lebih stabil, dan rantai pasokan lebih dapat diprediksi. Perusahaan besar juga dapat segera menghemat biaya operasionalnya.