Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Karyawan Outsourcing di Era Jokowi

Kompas.com - 02/01/2023, 08:30 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Aturan ini menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan pemerintah, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

Dibanding regulasi lain di UU Omnibus Law, aturan ketenagakerjaan jadi yang paling kontroversial lantaran menyangkut hajat hidup jutaan pekerja di Indonesia.

Dikutip dari salinan Perppu Nomor 2 Tahun 2022, Presiden Jokowi sama sekali tidak merubah Pasal 66 di UU Cipta Kerja yang mengatur pekerja alih daya atau lebih dikenal dengan outsourcing.

Baca juga: Mengenal UU Omnibus Law yang Digagalkan MK, Lalu Diganti Jokowi

Kontrak kerja berupa outsourcing sendiri merupakan produk yang diterbitkan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebelum kemudian direvisi di UU Cipta Kerja.

Pengaturan karyawan outsourcing tertuang dalam aturan turunan UU Cipta kerja, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

PP yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021 tersebut secara otomatis merevisi pasal-pasal yang mengatur outsourcing di UU Nomor 13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan).

Dalam peraturan terbaru, pemerintah mewajibkan perusahaan outsourcing merekrut pekerja alih daya lewat salah satu dari dua kontrak kerja, yakni kontrak kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Baca juga: Ini Aturan Jokowi soal Karyawan Kontrak di Omnibus Law yang Diprotes Buruh

Di UU lama atau UU Ketenagakerjaan, kontrak kerja bagi pekerja outsourcing adalah hanya menggunakan PKWT. Selain itu, kontrak kerja tersebut harus dibuat secara tertulis.

"Hubungan Kerja antara Perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT," bunyi Pasal 18 ayat (1) PP Nomor 35 Tahun 2021.

Pasal kontroversial

Namun demikian, dalam kontrak PKWT dan PKWTT di semua pasal-pasal PP baru tersebut, pemerintah tak menyebutkan apakah pekerja alih daya masih tetap dibatasi hanya untuk jenis pekerjaan tertentu atau sebaliknya diperluas.

Sebagai informasi, di UU Ketenagakerjaan atau peraturan lama secara tegas menyebutkan, pekerjaan outsourcing dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang.

Baca juga: Sri Mulyani Beri Simulasi Gaji Rp 5 Juta Kena Potong Pajak 5 Persen

"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Sementara di pasal PP turunan UU Cipta Kerja, tak dicantumkan lagi batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang dilarang dilakukan oleh pekerja alih daya.

Dengan revisi ini, serikat buruh mengkhawatirkan kalau UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing untuk mempekerjakan karyawan outsourcing untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com