Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Judicial Review Jadi Upaya Terakhir Bila Lobi dan Unjuk Rasa Buruh Tidak Digubris Soal Perppu Cipta Kerja

Kompas.com - 03/01/2023, 21:10 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea mengatakan, seluruh konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada 7 hari kedepan, akan melakukan pertemuan dengan pejabat pemerintahan terkait membahas Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja).

Apabila pertemuan tersebut tidak menuai hasil maka aksi unjuk rasa jadi upaya berikutnya. Namun, lanjut Andi Gani, apabila kedua upaya juga masih tidak memberikan hasil positif, maka judicial review sebagai langkah terakhir.

"Langkah terakhir, kita akan melakukan pertemuan dengan tingkat petinggi pemerintahan selama 7 hari terakhir. Jika tidak berhasil, kami akan segera melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Langkah judicial review itu kami ambil apabila tidak ada kejelasan," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca juga: Pengusaha Sebut Perppu Cipta Kerja Bisa Menimbulkan Penyusutan Penyerapan Tenaga Kerja

Walaupun demikian, upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diajukan dalam waktu dekat ini. Pihak buruh/pekerja masih mengupayakan lobi-lobi dengan Presiden Jokowi hingga aksi unjuk rasa terkait Perppu Cipta Kerja ini.

Andi Gani yang mempunyai kedekatan dengan Presiden ini pun menambahkan, untuk mengatasi polemik Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tersebut, buruh/pekerja mengharapkan kejelasan dari rancangan peraturan pemerintah yang menjadi turunan dari Perppu.

"Apakah ada jalan keluar untuk menyikapi hal ini? Ada, yaitu di turunan PP. Kalau PPnya menjelaskan secara rinci dan sesuai keinginan buruh, kami tidak jadi melakukan judicial review," jelasnya.

Adapun isi yang ditolak dari Perppu Cipta Kerja khususnya sektor ketenagakerjaan dari kalangan buruh/pekerja yakni soal penetapan upah minimum yang ada di dalam pasal 88.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja, antara Keyakinan Pemerintah dan Nasib Buruh

Disebutkan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Menurutnya, kata 'dapat' menimbulkan celah di mana gubernur bisa saja tidak menetapkan kenaikan upah minimum.

Pimpinan Konfederasi Buruh ASEAN (ATUC) ini juga menyoroti soal formula kenaikan upah yang tercantum pada pasal 88D Perppu Cipta Kerja.

Dalam aturan itu disebutkan variabel perhitungan kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indikator tertentu. Sementara tidak ada penjelasan soal indeks tertentu itu seperti siapa pihak yang menetapkan indikator tersebut maupun dasar kajiannya.

Kedua, kata Andi Gani, di pasal 64 sampai pasal 66 soal pekerja alih daya atau outsourcing. Di Perppu tersebut tidak dijelaskan jenis pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan oleh pekerja alih daya atau outsourcing.

Dia meminta pemerintah agar mengembalikan aturan pekerja alih daya ke UU Ketenagakerjaan yang membatasi lima jenis pekerjaan yakni sopir, petugas kebersihan, security, katering, dan jasa migas pertambangan.

Ketiga, penghapusan cuti panjang bagi pekerja. Keempat, soal besaran pesangon yang diterima pekerja di Perppu Cipta Kerja, tidak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja.

Akibatnya, kata Andi Gani, pekerja tidak bisa melakukan perundingan atas pesangon yang biasanya menerima besaran dua atau tiga kali lebih besar dari ketentuan sesuai kemampuan perusahaan.

Baca juga: Soal Perppu Cipta Kerja Atur Libur 1 Hari dan Hapus Cuti Panjang, Ini Kata Kemenaker

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com