Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Kaget Isi Perppu Cipta Kerja 99 Persen Berbeda dengan Draf yang Diusulkan

Kompas.com - 04/01/2023, 05:10 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea mengatakan, buruh mendukung langkah pemerintah dalam pembahasan rancangan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) sebelum diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diterbitkan pada 30 Desember 2022.

Sebab dalam pembahasan tersebut telah melibatkan para buruh. Namun teryata, setelah Perppu Cipta Kerja terbit, tidak sesuai harapan dari usulan para buruh/pekerja kepada pemerintah.

"Kami bersama dengan Said Iqbal bertemu dengan pemerintah untuk menyampaikan usulan, menyampaikan formula pengupahan. Ternyata pada saat perjalanannya di minggu pertama Januari (2023), harusnya kami bertemu kembali untuk mem-finalkan draf yang sudah ada. Ternyata Perppu yang dikeluarkan, berbeda 99 persen dengan draf yang kami serahkan kepada pemerintah," jelasnya di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca juga: Dalam Perppu Cipta Kerja, Apindo Sebut Outsourcing Pekerja Terampil, Bukan Pekerja Murah

Seperti formula pengupahan yang di dalam Perppu Cipta Kerja sektor ketenagakerjaan tidak disebutkan secara detail indeks yang digunakan untuk menentukan angka penetapan upah minimum.

Kemudian, terkait alih daya atau outsourcing yang dinilai tidak jelas. Di Perppu Cipta Kerja tidak dijelaskan jenis pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan oleh pekerja alih daya atau outsourcing.

Dia meminta pemerintah agar mengembalikan aturan pekerja alih daya ke UU Ketenagakerjaan yang membatasi lima jenis pekerjaan yakni sopir, petugas kebersihan, sekuriti, katering, dan jasa migas pertambangan.

Baca juga: Pengusaha Sebut Perppu Cipta Kerja Bisa Menimbulkan Penyusutan Penyerapan Tenaga Kerja

Lalu, dia juga bilang di Perppu tersebut mengenai pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) juga tidak jelas. Akibatnya, kata Andi Gani, pekerja tidak bisa melakukan perundingan atas pesangon yang biasanya menerima besaran dua atau tiga kali lebih besar dari ketentuan sesuai kemampuan perusahaan.

Oleh sebab itu, para buruh/pekerja akan melakukan berbagai upaya, mulai dari lobi-lobi pejabat pemerintahan, aksi unjuk rasa, hingga pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Buruh Tuding Kemenko Perekonomian Dalang di Balik Perppu Cipta Kerja Berubah

"Langkah terakhir, kita akan melakukan pertemuan dengan tingkat petinggi pemerintahan selama 7 hari terakhir. Jika tidak berhasil, kami akan segera melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Langkah judicial review itu kami ambil apabila tidak ada kejelasan," pungkas Andi Gani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com