Berdasarkan data Bank Indonesia, neraca pembayaran jasa asuransi dan dana pensiun pada 2019 tercatat defisit 709 juta dolar AS. Catatan impor jasa asuransi dan pembiayaan senilai 875 juta dolar belum dapat diimbangi oleh ekspor jasa tersebut senilai 167 juta dolar.
Defisit neraca pembayaran 2019 tercatat meningkat dibandingkan dengan 2018 sebesar 567 juta dolar
4. Price competition to service competition
Bisnis asuransi di dalam negeri perlu lebih mengedepankan persaingan dalam hal pelayanan dibanding dengan persaingan harga. Persaingan dalam pelayanan kerap diabaikan dengan banyaknya pengaduan nasabah asuransi baik karena klaim yang tidak dibayar maupun kebutuhan pelayanan lain.
Klaim asuransi baru menjadi perhatian perusahaan asuransi bila menyangkut public figure, selebritas, artis dan pejabat pemerintah, serta menjadi viral di sosial media.
5. Proteksi ketimbang Investasi
Perusahaan asuransi didorong kembali fokus pada fungsi utama, yakni sebagai lembaga keuangan yang menawarkan proteksi. Perusahaan asuransi agar mulai mengurangi penjualan Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) seperti unit link.
Persoalan-persoalan yang membelit industri asuransi selama ini sebagian besar dipicu oleh produk PAYDI. Pemahaman masyarakat yang masih rendah terhadap produk investasi seperti unit link mendorong kekeliruan dalam penjualan unit link atau misselling.
Ini yang membuat masyarakat merasa terjebak atau tertipu. Diperlukan moratorium penjualan produk unit link untuk mencegah lebih banyak korban yang merasa tertipu di tengah rendahnya literasi asuransi masyarakat pada umumnya.
Penurunan kinerja asuransi jiwa di tahun 2022 mengindikasikan perusahaan asuransi tengah melakukan konsolidasi dan penyesuaian terkait dengan ketentuan yang berlaku di dalam SE OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), khususnya dalam hal pemasaran dan pengelolaan PAYDI yang dilakukan secara prudent, fair, dan transparan.
6. Sinergi menguntungkan dengan bank
Sektor perbankan telah jauh berpengalaman melalui berbagai krisis perbankan sejak 1998 dan 2008, sehingga bank menjadi ukuran dan panutan dalam menjalankan tata kelola yang baik. Ke depan untuk mewujudkan kemitraan yang seimbang antara bank dan asuransi dalam mengembangkan sektor keuangan, perlu bagi beban dan tanggung jawab yang lebih proporsional dalam mengalihkan risiko kredit ke industri asuransi.
Dalam hal ini OJK yang tengah menggodok peraturan terkait bancassurance perlu mendapat masukan dari berbagai stakeholders keuangan. Tidak cukup hanya meniadakan fee base income untuk bank dari praktik penjualan asuransi, tetapi perlu tanggung jawab yang lebih besar dari bank dalam hal terjadi misselling atau misconduct produk asuransi oleh bank.
Praktik pemasaran produk unit link yang disalurkan melalui bank atau bancassurance juga harus dibenahi. Banyak anggota masyarakat awalnya ingin menabung atau membuka deposito di bank malah menemukan uangnya ditempatkan di produk unit link karena dijanjikan keuntungan lebih tinggi. Padahal banyak orang yang belum paham tentang cara kerja unit link.
Menjadi ironis, masyarakat yang menaruh kepercayaan dengan menempatkan dananya di bank menjadi takut dananya dialihkan ke produk lain yang bukan produk bank dan lebih ironis karyawan bank sendiri yang membujuk untuk mengalihkannya dari bank.
Dengan enam pilar transformasi di atas diharapkan industri asuransi dapat kembali meraih kepercayaan masyarakat secara resilien dan berkesinambungan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.