“Berbagai masukan tersebut dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keberlanjutan usaha kelapa sawit,” ucap Ahmad.
Dalam regulasi tersebut, lanjut dia, terdapat keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) terkait status lahan yang akan dilakukan peremajaan.
Ahmad mengungkapkan, hal tersebut dimaksudkan agar peremajaan yang dilaksanakan ke depan dapat berjalan dengan baik tanpa konflik dan diberikan kepada para petani yang tepat sebagai penerima manfaat.
Baca juga: Menko Airlangga: Penerima BSU, BPUM, dan PKH Kini Boleh Daftar Jadi Peserta Kartu Prakerja
“Hal itu merespons banyaknya areal perkebunan kelapa sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan. Mengatasi hal ini, maka pemerintah hadir bagi lahan-lahan petani yang masuk dalam kawasan hutan untuk diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan, Permentan 03 Tahun 2022 terbit melalui proses harmonisasi yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
Meski demikian, kata dia, permentan tersebut saat ini dalam proses revisi sesuai masukan dari berbagai pihak dalam rangka mencapai tujuan peremajaan.
Andi Nur mengatakan bahwa pemerintah selalu hadir dan terus mencari solusi tepat guna dalam upaya memperbaiki industri sawit.
Baca juga: Sepenggal Kisah Kehidupan Eny, Penghuni Rumah Mewah Terbengkalai Sebelum Dibawa ke RSJ Duren Sawit
“Pemerintah tentu hadir, terus cari solusi tepat guna dan segera menindaklanjuti. Perbaikan industri sawit ini tak bisa sendiri, harus bersama bersinergi, demi tingkatkan kesejahteraan petani sawit ke depannya,” ujarnya.
Andi menjelaskan, peremajaan kelapa sawit dilakukan di lahan kelapa sawit dengan kriteria khusus.
Pertama, tanaman harus sudah melewati umur ekonomis 25 tahun. Kedua, produktivitas kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS per hektar per tahun pada umur paling sedikit tujuh tahun. Ketiga, benih atau kebun yang menggunakan benih tidak unggul.
“Kriteria tersebut harus dibuktikan dengan pernyataan yang dibuat oleh kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), koperasi atau kelembagaan pekebun lainnya,” imbuh Andi.
Dilansir dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Paser pada 2021, manfaat ekonomi program PSR juga sudah dirasakan masyarakat pekebun.
Baca juga: Kecamatan Sepaku Masuk IKN, Penajam Paser Utara Bakal Mekarkan Wilayah
Program PSR Kabupaten Paser diklaim telah berjalan sesuai dengan rencana saat dimulai pada 2017. Adapun Koperasi Unit Desa (KUD) Sawit Jaya, Desa Sawit Jaya Kecamatan Long Ikis, saat itu menjadi penerima program PSR pertama di Kabupaten Paser.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan, didapatkan informasi bahwa beberapa kelompok pekebun yang telah melaksanakan replanting tahap pertama, sudah mendapatkan hasil produksi sawit dan telah memperoleh manfaat ekonomis dari program tersebut.
Begitu juga dengan program PSR yang telah diluncurkan dan tanam perdana di Sumatera Utara (Sumut). Peluncuran program PSR yang dihadiri Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) pada 2017 itu memberikan hasil positif terhadap Sumut sebagai provinsi kedua penerima program PSR.