Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abraham Wahyu Nugroho
Pegawai Negeri Sipil

Pemerhati Kebijakan Publik

Melecut Intermediasi, Bangkit Beradaptasi Menuju Endemi

Kompas.com - 13/01/2023, 13:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI Covid-19 telah meluluhlantakkan berbagai bidang. Tidak hanya ribuan korban melayang, karena pembatasan ruang gerak manusia mengakibatkan aktivitas ekonomi turut terhenti.

Kenihilan aktivitas ekonomi ini tampaknya membuat kinerja pelaku ekonomi (baik skala rumah tangga, UMKM, maupun korporasi) kelimpungan.

Berkurangnya permintaan produksi, menyusutnya margin, sampai dengan PHK adalah pil pahit yang harus ditelan.

Perbankan turut ikut merasakan pil pahit tersebut dengan merangkaknya angka kredit bermasalah atau NPL.

Dinilai membahayakan bagi kestabilan makro ekonomi dan keuangan, pemerintah bersama dengan otoritas ekonomi keuangan terkait menyusun berbagai paket kebijakan relaksasi yang tujuannya satu, memulihkan perekonomian dan segera bangkit dari keterpurukan.

Selang tiga tahun dari peristiwa tersebut, kondisi makro ekonomi dan keuangan saat ini tergolong pulih, namun masih luka lebam (scarring effect) di sana-sini. Perlu langkah lanjutan untuk mengobati lebam tersebut menuju pulih sempurna.

Program vaksinasi dan booster yang terus dilanjutkan, pelonggaran aktivitas usaha serta hiburan, sampai dengan ketidakwajiban memakai masker di ruang terbuka memiliki dampak langsung terhadap perekonomian yang semakin ke arah titik balik.

Kesempatan ini turut ditangkap dan dimanfaatkan oleh otoritas ekonomi dan keuangan untuk semakin menambah amunisi dan meracik pelbagai resep perbaikan.

Berkat dukungan dari seluruh komponen bangsa, terlihat arah perbaikan. Dari skala rumah tangga, indikator belanja rumah tangga menunjukkan perbaikan terutamanya didorong masih berlanjutnya efek bansos rumah tangga prasejahtera serta meningkatnya konsumsi menjelang hari besar keagamaan.

Ancaman inflasi akibat kenaikan harga BBM pada September lalu, tampaknya tidak menyurutkan langkah rumah tangga dalam berbelanja/konsumsi.

Dari sisi dunia usaha, baik skala UMKM dan korporasi menunjukkan hal yang sama. Membaiknya pola konsumsi masyarakat mendorong sektor UMKM optimistis akan produksi barang/jasa ke depan.

Sektor korporasi mencatat pula adanya pemulihan di mana terdapat kenaikan belanja modal dan pertumbuhan penjualan.

Perbaikan kinerja rumah tangga, UMKM maupun korporasi tersebut secara langsung berdampak pada kinerja perbankan sebagai pihak intermediator kredit.

Secara overall, pertumbuhan kredit secara nasional tahun 2022 berada dalam proyeksi bank sentral, yakni 9-11 persen, di mana pertumbuhan ini hampir terjadi pada semua sektor.

Kenaikkan harga komoditas tampaknya membuat berkah bagi korporasi sektor pertambangan di mana menduduki peringkat pertama dalam hal growth kredit (57,08 persen yoy), diikuti oleh jasa dunia usaha (24,9 persen yoy), jasa sosial (17,7 persen), serta industri (11,9 persen).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com