Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sutawi
Dosen

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang

Harga Beras Mahal

Kompas.com - 19/01/2023, 10:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LAPORAN Bank Dunia bertajuk “Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022” menyebutkan harga eceran beras Indonesia selama satu dekade terakhir secara konsisten tertinggi di ASEAN.

Bank Dunia menyatakan harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi daripada harga di Filipina, serta lebih mahal dua-tiga kali lipat daripada harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.

Selama periode Januari 2012 sampai Januari 2022, harga eceran beras di Indonesia berkisar 0,9-1,2 dollar AS per kg, Philippina 0,7-0,9 dollar AS per kg, sedangkan Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand hanya 0,3-0,6 dollar AS per kg.

Jika dihitung dengan kurs konversi Rp 15.000 per dollar AS, berarti harga beras di Indonesia mencapai Rp 13.500-18.000 per kg, Philippina Rp 10.500-13.500 per kg, sedangkan Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand hanya Rp 4.500-9.000 per kg.

PIHPS (Pusat Informasi Harga Strategis) Nasional mencatat rata-rata harga eceran beras di Indonesia tahun 2022 berkisar Rp 10.000-16.500 per kg.

Laporan Bank Dunia tersebut dibantah serentak oleh Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Kepala Badan Pangan Nasional.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tak sepakat dengan data yang disodorkan Bank Dunia soal harga beras Indonesia. Menurut Mentan, harga beras Indonesia tidak pernah di atas HET (harga eceran tertinggi), bahkan kedua terendah se-ASEAN.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuding data yang disampaikan World Bank tidak valid. Menurut Mendag, harga beras paling mahal di ASEAN adalah harga beras di Singapura.

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menegaskan beras Indonesia bukan yang termahal dan telah sesuai dengan daya beli masyarakat.

Penyebab beras mahal

Pertama, biaya usaha tani padi mahal. Biaya usaha tani padi di Indonesia menurut International Rice Research Institute (IRRI) mencapai Rp 4.079 per kg (Sinartani, 2020), paling mahal dibandingkan dengan Tiongkok Rp 3.661 per kg, Filipina Rp 3.224 per kg, Thailand Rp 2.291 per kg, bahkan di Vietnam hanya Rp 1.679 per kg.

Mahalnya biaya produksi padi Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya sewa tanah dan biaya buruh lepas.

Sewa tanah pertanian di Indonesia menyumbang biaya produksi sebesar Rp 1.719 per kg, sedangkan di Tiongkok hanya Rp 988 per kg, Filipina Rp 549 per kg, India Rp 510 per kg, Thailand Rp 481 per kg, dan Vietnam Rp 387 per kg.

Biaya buruh lepas Indonesia juga yang termahal, yakni mencapai Rp 1.115 per kg, sedangkan di Filipina hanya Rp 978 per kg, Tiongkok Rp 127 per kg, India Rp 655 per kg, Thailand Rp 172 per kg, serta Vietnam Rp 120 per kg.

Menurut BPS (2017), biaya usaha tani padi di Indonesia sebesar Rp 2.930 per kg, dengan alokasi terbesar upah pekerja dan jasa pertanian 48,79 persen, sewa lahan 25,61 persen.

Mahalnya biaya usaha tani padi juga dipicu oleh berkurangnya pupuk subsidi dan mahalnya harga pupuk nonsubsidi.

Dalam struktur biaya produksi padi, biaya pupuk menduduki peringkat ketiga terbanyak (9,43 persen). Kebutuhan pupuk tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton senilai Rp 67,12 triliun, sedangkan anggaran subsidi pupuk hanya sebesar Rp 25,277 triliun.

Dengan anggaran tersebut, pemerintah hanya mampu memenuhi kebutuhan pupuk subsidi sebesar 9,04 juta ton (39 persen).

Jika menggunakan pupuk nonsubsidi, maka biaya pupuk bisa meningkat 2-3 kali lipat. Harga pupuk Urea subsidi sebesar Rp 2.250 per kg, sedangkan nonsubsidi Rp 5.500-6.000 per kg, pupuk ZA subsidi Rp 1.700 per kg dan nonsubsidi Rp 3.000-3.500 per kg, kemudian pupuk SP-36 Rp 2.400 per kg dan nonsubsidi Rp 6.000-6.500 per kg.

Adapun untuk NPK subsidi Rp 2.300 per kg dan nonsubsidi Rp 7.500-Rp 8.000 per kg, sedangkan NPK Formula Khusus subsidi Rp 3.300 per kg dan nonsubsidi Rp 8.000-10.000 per kg.

Biaya usaha tani yang mahal berpengaruh terhadap mahalnya harga beras. Mengacu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), harga GKP (gabah kering panen) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 4.200 per kg dan harga beras di gudang BULOG Rp 8.300 per kg.

Di lapangan, harga GKP dan beras bisa bervariasi sesuai musim, distribusi dan kondisi sosial ekonomi. Pada November 2022, BPS mencatat harga GKP di tingkat petani Rp 5.397 per kg dan harga beras di penggilingan antara Rp 9.500-10.500 per kg.

Di tingkat eceran, PIHPS mencatat rata-rata harga eceran beras pada November 2022 sebesar Rp 12.625 per kg. Jika dibandingkan dengan harga GKP, maka harga eceran beras di Indonesia sebesar 2,34 kali lipat harga GKP.

Kedua, biaya distribusi mahal. Rantai pemasaran beras domestik dari petani sampai ke tangan konsumen setidaknya melalui tiga sampai enam rantai distribusi.

Gabah dari petani dibeli oleh tengkulak, dibawa ke penggilingan padi, diolah menjadi beras, dibawa ke kota/kabupaten atau kota besar di provinsi, atau langsung didistribusikan ke daerah-daerah lain di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com