Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wood Pellet" Produksi Gresik dan Lamongan Diminati Jepang

Kompas.com - 19/01/2023, 19:00 WIB
Hamzah Arfah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GRESIK, KOMPAS.com - Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) B Gresik Wahjudi Adrijanto mengatakan, pihaknya dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo sempat melaksanakan fasilitasi business matching buyer Jepang, didampingi oleh dinas instansi terkait di Kabupaten Gresik dan Lamongan meninjau perusahaan produksi wood pellet, Rabu (18/1/2023).

"Duta Besar RI untuk Jepang Heri Akhamadi, yang diwakilkan tim Atase Keuangan KBRI Tokyo Sony, kemarin bersama dengan kami, mendampingi para buyer asal Jepang melihat langsung perusahaan di Gresik dan Lamongan yang memproduksi wood pellet," ujar Wahjudi, Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Perkebunan Teh di Bandung Akali Langkanya Bahan Bakar Wood Pellet Imbas Perang Ukraina-Rusia

Wahjudi menjelaskan, dua perusahaan yang memproduksi wood pellet di Gresik dan satu di Lamongan, sempat dikunjungi dalam kesempatan tersebut. Yakni, PT Multi Indowood dan PT Kaliandra Merah Nusantara di Gresik, serta PT Yale Wood Pellet di Lamongan.

"Kemarin ada sekitar 14 perwakilan dari Jepang yang datang, melihat secara langsung hingga proses produksi wood pellet dilakukan," ucap Wahjudi.

Baca juga: Potensi EBT di Indonesia Dinilai Mampu Perkuat Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan

Wahjudi menambahkan, di sela agenda business matching yang digelar, buyer juga sempat mengutarakan memang membutuhkan banyak wood pellet guna dijual kembali di Jepang sebagai pemasok untuk pembangkit listrik, industri khusus, perumahan dan boiler.

"Mereka tertarik dengan produk wood pellet yang ditawarkan, karena dianggap memiliki kualitas yang diharapkan. Bahkan, ada buyer Jepang yang sempat hendak langsung ingin membeli wood pellet itu, dengan perusahaan yang memproduksi diberi order membuat wood pellet sebanyak isi satu kapal curah kapasitas 20.000 ton," kata Wahjudi.

 

Target produksi

Mendapat tantangan tersebut, jelas Wahjudi, pihak perusahaan masih berpikir ulang lantaran produksi wood pellet yang dihasilkan rata-rata setiap bulan masih di bawah isi satu kapal curah kapasitas 20.000 ton. Namun perusahaan tersebut berjanji, bakal mencari solusi untuk bisa memenuhi target yang diberikan buyer.

"Entah apakah nanti perusahaan akan berkolaborasi untuk memenuhi tantangan yang diberikan buyer atau seperti apa, itu sudah urusan mereka, biar mereka yang bernegoisasi. Sebab tugas kami ini adalah fasilitator dan industrial asistensi, sehingga bila ada pembeli asal luar negeri yang berminat kami sudah bersyukur," tutur Wahjudi.

Sementara terkait negoisasi mengenai berapa besaran produk yang dibutuhkan maupun kapasitas produksi, Bea Cukai Gresik tidak ingin terlibat lebih dalam lantaran itu sudah menjadi ranah perusahaan dengan pembeli.

Hanya saja Bea Cukai Gresik menyatakan, bakal tetap membantu produk yang dihasilkan di Gresik dan Lamongan agar bisa lebih terkenal di mancanegara.

Wood pellet merupakan salah satu bahan bakar alternatif, yang terbuat dari serbuk kayu atau bahan kayu dan dikemas sesuai ukuran ditentukan.

Secara umum, wood pellet memang banyak digunakan dan dibutuhkan di negara-negara dengan empat musim seperti Jepang, sebagai salah satu alternatif bahan bakar pengganti batu bara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com