JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan aturan baru terkait devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang diperkirakan akan berlaku pada Februari 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pada 20 Desember 2022 BI telah mengeluarkan Peraturan BI (PBI) untuk instrumen operasi valas yang baru, yaitu Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 24/26/PADG/2022.
Aturan itu merupakan perubahan atas PADG Nomor 21/28/PADG/2019 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah.
"Kami sudah melakukan persiapan-persiapan dan ini bisa kemudian akan kami implementasikan. Apakah pertengahan Februari bisa kita implementasi karena sudah ketemu dengan perbankan dan para calon-calon eksportir," ujar Perry saat konferensi pers, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: BI Yakin Nilai Tukar Rupiah akan Menguat pada 2023
Dalam aturan baru itu, instrumen operasi moneter valas berbentuk term deposit valas di mana para eksportir SDA dapat menyimpan simpanannya ke perbankan lalu perbankan akan mengalirkan simpanan itu ke BI.
"Ini kami keluarkan instrumen operasi moneter valas yang baru. Term deposit dari eksportir yang disimpan di rekening khusus di pass on kepada BI," kata Perry.
Dengan mekanisme tersebut, BI akan memberikan insentif dengan kewajiban untuk memberikan suku bunga yang kompetitif bagi nasabah eksportir.
Adapun insentif yang diberikan kepada nasabah eksportir berupa imbal hasil yang kompetitif dan insentif pajak dari pemerintah.
"Mekanisme ini kami berikan suku bunga yang kompetitif dengan luar negeri. Tidak hanya itu tapi kami juga berikan insentif kepada perbankan," ucap Perry.
Baca juga: Incar DHE Parkir Lebih Lama di RI, BI Akan Terbitkan Instrumen Operasi Moneter Valas Baru
Sementara untuk perbankan, BI akan memberikan insentif berupa pengecualian kewajiban cadangan wajib minimum (reserve requirement).
Pasalnya, valas yang diterima oleh perbankan tidak akan dimasukkan dalam komponen dana pihak ketiga (DPK) sehingga tidak dihitung sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valas dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
"OJK pun juga sudah mengkonfirmasi ini tidak termasuk dalam komponen DPK dalam regulasi dan pengawasan mereka. Karena ini pass on jadi tidak termasuk loanable fund (dana yang tersedia untuk dipinjamkan). Karena itu bank nerima dari eksportir dan di-pass on ke BI. Demikian juga dengan LPS juga tidak dimasukkan ke sana," jelas Perry.
Baca juga: Taruh Devisa Hasil Ekspor SDA di Luar Negeri, 216 Eksportir Kena Denda Mencapai Rp 53 Miliar
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.