KOMPAS.com – UMR adalah istilah yang sudah tidak asing lagi dalam pembahasan seputar ketenagakerjaan, terutama yang terkait dengan standar gaji di suatu daerah.
Meski demikian, pertanyaan mengenai apa itu UMR masih kerap mencuat, termasuk yang berkaitan dengan perbedaan UMR dan UMK, atau perbedaan UMP dan UMR.
Dari segi kepanjangan istilah tersebut, UMR singkatan dari Upah Minimum Regional, sedangkan UMK adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan UMP yakni Upah Minimum Provinsi.
Baca juga: Daftar UMP 2023 di Jawa dari yang Tertinggi hingga Terendah
Penggunaan sebutan UMR, UMP, dan UMK tidak lepas regulasi yang dijadikan payung hukum dalam mengatur pengupahan di Indonesia.
Karena itu, pemahaman terkait aturan UMR adalah hal yang perlu diperhatikan. Simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Secara resmi sebenarnya istilah UMR sudah tidak digunakan dalam regulasi pengupahan. Hanya saja, di kalangan masyarakat, istilah UMR masih banyak digunakan untuk penyebutan upah minimum di suatu provinsi dan kabupaten/kota.
Baca juga: Daftar UMP 2023 di Sumatera: Babel Tertinggi, Bengkulu Terendah
Penerapan UMR pernah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. Dari regulasi itulah disebutkan bahwa UMR singkatan dari Upah Minimum Regional.
Dalam regulasi lawas itu, dijelaskan bahwa UMR adalah upah minimum yang penetapannya dilakukan oleh gubernur yang menjadi acuan pendapatan buruh di wilayahnya.
UMR terdiri dari UMR Tingkat I yang mengatur standar pengupahan tingkat provinsi dan UMR Tingkat II yang dijadikan acuan upah tingkat kabupaten/kota.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 kemudian direvisi lewat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.