Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IHII: Revisi UU BPJS di RUU Kesehatan Sangat Mengkhawatirkan

Kompas.com - 27/01/2023, 21:57 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dibuat dengan mengacu Omnibus Law.

Ada 15 UU yang akan disasar oleh RUU Kesehatan ini, di antaranya UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).

"Dalam draf RUU Kesehatan yang kami terima, ada beberapa pasal yang merevisi UU BPJS yang isinya sangat mengkhawatirkan akan mengganggu pengelolaan jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan," kata Ketua Umum Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) Saepul Tavip dalam siaran persnya, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: IHC RSPP Resmi Jadi Bagian Mayo Clinic, Erick Thohir: Layanan Kesehatan RI Berstandar International

Saepul mengatakan di RUU Kesehatan ini kedudukan BPJS ditempatkan di bawah menteri. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan BPJS bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk BPJS Kesehatan; dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan.

Sementara itu, di Pasal 13 huruf (k), BPJS berkewajiban melaksanakan penugasan dari kementerian, yaitu penugasan dari Kementerian Kesehatan oleh BPJS Kesehatan dan penugasan dari Kementerian Ketenagakerjaan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Padahal di UU BPJS sangat jelas direksi dan dewan pengawas BPJS bertanggungjawab langsung kepada presiden. Direksi maupun dewan pengawas tidak ada mengatur untuk melaksanakan penugasan dari menteri.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Buka Seleksi 3 Jabatan Staf Komite, Ini Kualifikasinya


Demikian juga dalam proses pelaporan pelaksanaan setiap program termasuk kondisi keuangan. Dalam naskah RUU Kesehatan BPJS berkewajiban melaporkan secara berkala 6 bulan sekali kepada presiden melalui Menteri Kesehatan atau Menteri Ketenagakerjaan, dengan tembusan kepada DJSN. Ketentuan ini diatur di Pasal 13 huruf (l).

Sementara dalam UU BPJS, BPJS berkewajiban melaporkan secara berkala 6 bulan sekali langsung kepada presiden tanpa melalui menteri, dengan tembusan kepada DJSN. Unsur dewan pengawas pun mengalami perubahan komposisi.

Pada Pasal 21 ayat (3) menyatakan komposisi Dewan Pengawas BPJS Kesehatan menjadi 2 orang dari Kementerian Kesehatan, 2 orang dari Kementerian Keuangan, 1 orang unsur pekerja, 1 orang unsur pemberi kerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

Baca juga: Ketahui, Ini Standar Baru Tarif Layanan Peserta BPJS Kesehatan

Pada Pasal 21 ayat (4) sebutkan komposisi Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan menjadi 2 orang dari Kementerian Ketenagakerjaan, 2 orang dari Kementerian Keuangan, 1 orang unsur pekerja, 1 orang unsur pemberi kerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

Padahal di UU BPJS, komposisi dewan pengawas masing-masing BPJS adalah 2 orang dari unsur pemerintah Kementerian Ketenagakerjaan atau Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan, 2 orang unsur pemberi kerja, 2 orang unsur pekerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

"Penambahan jumlah dewan pengawas dari unsur pemerintah tersebut disertai kontrol kuat menteri terhadap dewan pengawas tersebut. Dari perbandingan pasal per pasal di atas dengan sangat jelas RUU Kesehatan akan memposisikan direksi dan dewan pengawas BPJS (ketenagakerjaan dan kesehatan) di bawah menteri. Ini berarti mengembalikan BPJS seperti BUMN yang dikontrol oleh menteri," kata dia.

Baca juga: Marak PHK Massal, BPJS Watch Dorong Program BSU Tetap Dilanjutkan

Menurut Saepul, jika RUU Kesehatan disahkan, proses pengangkatan hingga pemberhentian direksi dan dewan pengawas semuanya dikendalikan menteri.

"Status Badan Hukum Publik yang diamanatkan Pasal 7 ayat (1) akan menjadi bias dan hambar ketika kepentingan publik yang diwakili direksi dan dewan pengawas dikendalikan menteri, dan juga dikendalikan partai politik (dimana menteri-menteri tersebut berasal)," ungkapnya.

"Kami dari IHII dengan ini menyatakan menolak UU BPJS direvisi dalam RUU Kesehatan, dan oleh karenanya meminta Baleg DPR RI mengeluarkan UU BPJS dari RUU Kesehatan," pungkas Saepul.

Baca juga: Tak Perlu ke Kantor, Ini Cara Pindah Faskes BPJS secara Online

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com