Sementara itu, Tenaga Ahli Menko Marves Van Basten Pandjaitan yang juga bertindak sebagai Manajer Lapangan mengatakan, perahlian atau transisi penangung jawab serta pengelolaan dilakukan agar seluruh pihak yang terkait dalam proyek pemerintah tersebut berada dalam satu payung hukum yang sama.
Baca juga: Kritik Soal Food Estate, Ketua Komisi IV DPR: Datanya di Mark Up oleh Kementan
"Kami bertugas mengintegrasikan supaya para pihak ini ada peran, misalkan yang kami sekarang utamakan dari pemerintah itu bagaimana penyediaan infrastruktur air, jaringan jalan, dan juga alsintan. Jadi kan punya unsul Kementrian PUPR, ada usul dari Kementan. Itu nanti jadi satu payung, dalam organisasi putusan Bupati ada, pak Dirjen Horti ada, Deputi Marves ada, Bupati sebagai penanggung jawab dan ada saya sebagai tim operational lapangan," jelasnya.
Lebih lanjut, Van Basten mengatakan, dengan adanya tim transisi tersebut, skema yang dikembangkan nantinya adalah kemitraan antara kelompok tani dengan investor atau offtaker.
Dengan adanya skema mitra, menurut dia, akan sama-sama memberikan keuntungan yakni petani akan mendapatkan bantuan modal atau benih, sementara investor atau offtaker bisa menyerap hasil panen dari petani dengan tarif yang ditentukan.
"Untuk membina hamparan ini tentunya tadi enggak mungkin pakai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) jadi kita harus cari mitra, mitra pun butuh legal standing. Legal standing ini lah nnti harus ada pengelola officialy," ungkapnya.
Vas Basten memaparkan, pihaknya ke depannya juga akan menerapkan 4 skema kemitraan kepada petani.
Skema pertama adalah investor atau offtaker akan menyerap seluruh hasil budidaya petani sesuai dengan benih yang mereka pinjamkan.
"Lalu skema yang kedua adalah semua ditanggung oleh investor misal biaya budidaya kentang anggaplah Rp 130 juta yaudah mereka semua kasih Rp 130 juta. Nah kemudian Rp 130 juta ini sendiri kan sudah ada pekerja. Nah jadi kalau petaninya tadi kerja sebagai tenaga kerja petani, biaya hariannya dia dari budidaya saja udh dapat kalau misalkan di sini anggaplah Rp 80.000-90.000 perharinya berarti kalau dia kerja selama 25 hari mungkin sudah dapat Rp 1,8 juta," jelasnya.
Lalu, skema ketiga dijelaskan dia adalah apabila sudah ada pengelola kawasan, pihaknya akan membuat lahan percontohan yang dikerjasamai dari luar kota hingga luar negeri.
"Kami lagi buat juga di sini ada research center pusat penelitian benih dan juga teknologi pertanian dan herbal. Ini akan bermitra supaya di pusat percontohan ini nanti di dalam kawasan ini pengelola kawasan ini juga punya lahan sendiri untuk mereka buat traning center. Kalau ada hasil traning center ini agar dikelola untuk membiayai tim penyuluhnya. Dia bisa memodali petani klau ada yg kurang modal," bebernya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.