Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eddi Wibowo
PNS

Pengawai negeri sipil (PNS) dengan jabatan analis kebijakan ahli madya.

Membaca Arah Kebijakan Kendaraan Listrik

Kompas.com - 28/01/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH nampaknya tidak mau lagi kecolongan soal pengembangan dan percepatan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

Lihat saja, sederet kebijakan telah dirilis pemerintah untuk membuka jalan yang lebih luas agar kendaraan listrik semakin mendapat tempat di masyarakat luas.

Terbaru, akhir 2022, Inpres Nomor 7 Tahun 2022 diteken Presiden Joko Widodo. Melalui Inpres ini, instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan mengadopsi kendaraan listrik berbasis baterai (battery electic vehicle/BEV) sebagai kendaraan dinas operasional atau kendaraan perorangan dinas.

Instruksi presiden ini ditujukan pada pimpinan instansi pemerintahan di berbagai level. Mulai dari menteri Kabinet Indonesia Maju, sekretaris kabinet, kepala staf kepresidenan, jaksa agung Republik Indonesia, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Kemudian juga Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur; dan bupati/wali kota.

Untuk memastikan Inpres ini dapat secara efektif diimplementasikan di lingkungan instansi pemerintah, mekanismenya telah diberikan. Kendaraan dinas listrik bisa didapat melalui cara beli, sewa atau konversi kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik berbasis baterai.

Tidak berhenti sampai di situ, dukungan regulasi lain juga disiapkan Pemerintah. Kementerian Keuangan tengah merevisi ketentuan atas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku.

Perubahan ditujukan terhadap tarif PPnBM mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) sebesar 0 persen, sementara mobil listrik hibrida atau hybrid electric vehicle (HEV) tarif pajaknya akan berkisar 5 persen hingga 7 persen.

Dalam pandangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, perbedaan tarif ini diharapkan dapat mendorong investasi mobil listrik yang lebih besar.

Wacana kebijakan lain yang tengah mengemuka adalah rencana pemberian subsidi bagi pembelian kendaraan listrik baik roda empat atau roda dua.

Besarannya sangat menggiurkan, berkisar tujuh juta sampai dengan puluhan juta rupiah. Diharapkan dengan pancingan ini akan semakin mendorong minat untuk berpindah ke kendaraan listrik.

Instansi Pemerintah sebagai etalase

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa instruksi penggunaan mobil listrik harus dimulai dari instansi pemerintah? Jawabannya akan mengarah pada atensi masyarakat terhadap institusi pemerintah.

Pemerintah nampaknya sangat sadar bahwa segala sarana dan prasarana yang dipergunakan oleh instansi pemerintah, termasuk kendaraan akan menjadi perhatian publik.

Situasi ini sangat bagus untuk dimanfaatkan dalam konteks menumbuhkan ketertarikan publik tentang berbagai aspek positif dari kendaraan listrik. Tidak hanya di kota-kota besar, namun juga di seluruh wilayah republik.

Menghadirkan mobil listrik sebagai kendaraan dinas operasional di lingkungan instansi pemerintah setidaknya memberikan dua dampak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com