Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Bubarnya Aliansi 2M dari MSC dan Maersk

Kompas.com - 30/01/2023, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kapal-kapal Ocean Alliance menawarkan 38 layanan berbeda yang meliputi 19 layanan Transpasifik, 11 layanan Asia dan Eropa, dan 4 layanan Asia dan Timur Tengah.

Kelompok yang lain adalah The Alliance yang beranggotakan Hapag-Lloyd, Ocean Network Express (ONE), dan Yang Ming. Sama seperti Ocean Alliance, kelompok ini juga didirikan pada 2017 dengan total kapasitas angkut sekitar 3,5 TEU. Jumlah kapal kelompok ini 249 unit yang menghubungkan 76 pelabuhan di Asia, Eropa Utara, Mediterania, Amerika Utara, Kanada, Meksiko, Amerika Tengah, Anak Benua India, dan Timur Tengah.

Jika aliansi 2M – kapasitas angkut mereka 2,1 juta TEU – nanti bubar, hanya akan tersisa Ocean Alliance dan The Alliance dalam pelayaran peti kemas.

Apa yang Bisa Menjadi Catatan

Pertanyaanya sekarang, apa yang bisa dicatat dari akan bercerainya Maersk dan MSC? Pertama, akan terjadi disrupsi dalam dunia pelayaran peti kemas. Yang namanya disrupsi tentu akan menimbulkan guncangan terhadap kemapanan (establishment) yang ada.

Apakah Maersk dan MSC akan bergabung ke dalam aliansi yang tersisa? Atau, mereka tidak akan bergabung ke mana pun? Bergabung ke dalam sebuah aliansi ada plus-minusnya. Begitu pula bila berada di luar kelompok.

Menurut Hercules Haralambides, pakar ekonomi maritim dan logistik, keberadaan aliansi, misalnya, tidak bisa menyelesaikan persoalan kapasitas angkut operator pelayaran peti kemas yang terus membengkak akibat program pembangunan kapal jumbo mereka.

Baca juga: Perusahaan Pelayaran Perancis Gandeng Pelindo II untuk Kembangkan Pasar Asia Tenggara

Namun, dengan bergabung ke dalam sebuah aliansi operator bisa memberikan layanan yang relatif murah dan jangkuan rute yang luas melalui economies of scale dan economies of scope.

Sekadar catatan, struktur biaya tetap (fixed cost) perusahaan pelayaran itu sangat tinggi. Untuk memberikan layanan reguler dari dan ke beberapa pelabuhan, satu pelayaran membutuhkan beberapa set kapal dan investasi pengadaan kapal sangat mahal. Sementara, pada rute yang dilayani ada beberapa operator sehingga kompetisi sangat ketat.

Aliansi bisa meredam ini dan bagi yang armadanya terbatas dengan aliansi mereka bisa melakukan vessel sharing agreement atau VSA.

Kedua, dari pilihan strateginya, membeli banyak kapal, Mediterranean Shipping Company (MSC) meneguhkan jati dirinya sebagai pelayaran. Perusahaan pelayaran itu ya punya banyak kapal, begitulah barangkali pemikiran manajemen perusahaan ini.

Dalam kalimat lain, MSC lebih konservatif. Dengan armadanya yang besar MSC bisa melakukan port-to-port shipping. Adapun Maersk dengan pilihannya melakukan door-to-door supply chain integration. Pilihan yang amat bertolak belakang. Pantaslah mereka berpisah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com