Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry MP Siahaan
Advokat, Peneliti, dan Dosen

Advokat, peneliti, dan dosen

Pentingnya Pembenahan Data Beras Nasional

Kompas.com - 31/01/2023, 11:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Meskipun menetapkan angka konversi, akan tetapi BPS tak merilis secara resmi jumlah produksi beras. BPS dalam laman resminya selalu memperbarui data produksi GKG dan luas lahan panen hingga 2015. Setelah periode itu, BPS vakum merilis secara resmi data tersebut. BPS absen selama hampir tiga tahun merilis data luas panen padi dan GKG.

Kementan tetap mengeluarkan data produksi padi. Data yang dikeluarkan tersebut diklaim merupakan hasil rapat koordinasi dengan BPS dalam menetapkan Atap ataupun Aram mengenai data luas panen dan GKG.

Setelah vakum merilis data luas panen dan GKG, BPS mulai melakukan uji coba metode Kerangka Sampel Area (KSA) sebagai pengganti metode pengamatan mata Statistik Pertanian yang dinilai kurang akurat untuk mengetahui luas panen hingga GKG. Kegiatan tersebut sudah direkomendasikan sejak adanya Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Metode KSA merupakan perhitungan luas panen dengan memanfaatkan citra satelit milik Badan Informasi Geospasial (BIG) dan peta lahan baku sawah milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Selain menghitung luas panen dengan metode KSA, BPS juga menyempurnakan metodologi menghitung produktivitas per hektar.

Penyempurnaan tersebut melalui perubahan metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis sampel KSA. BPS juga menetapkan angka konversi GKG ke beras terbaru melalui survei di dua periode berbeda dengan basis provinsi.

Penerapan metode tersebut juga bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Dalam Pedoman Pelaksanaan Uji Coba Sistem KSA 2015, BPS menyebutkan untuk memperoleh data yang akurat diperlukan pengukuran langsung terhadap objek. Sedangkan untuk mendapat informasi tepat waktu dilakukan dengan dua tahapan: pengukuran terhadap sampel untuk mengestimasi populasi, kemudian pengiriman data melalui teknologi SMS gateway dari lapangan ke pusat pengolah data.

Hasilnya, dalam rentang waktu tiga tahun, perbedaan tersebut bisa didamaikan oleh pemerintah dan secara strategis bisa mengubah defisit produksi beras menjadi surplus dalam dua tahun terakhir.

Puncak prestasinya tercatat pada 14 Agustus 2022 ketika Presiden Jokowi menerima penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI). Penghargaan diberikan IRRI karena menilai Indonesia berhasil menerapkan swasembada pangan dan sistem pertanian yang tangguh.

Namun belum reda euphoria swasembada pangan tersebut, empat bulan kemudian, tepatnya menjelang akhir tahun 2022, Indonesia justru mengambil langkah mengejutkan dengan membuka izin impor beras hingga 500 ribu ton lewat Perum Bulog. Rencananya, realisasi impor akan bertahap, yaitu 200 ribu ton sampai akhir 2023, dan sisanya 300 ribu ton hingga sebelum panen raya atau Februari 2023.

Jadi, tak heran mengapa hari ini Bulog mendapat tambahan cadangan beras pemerintah (CBP) 10.000 ton. Kapal impor perdana dari Vietnam belum lama ini tiba dengan membawa 5.000 ton di Tanjung Priok (Jakarta) dan 5.000 ton di Merak (Banten).

Berdasarkan keterangan pemerintah, beras akan terus bertambah karena sudah banyak kapal impor dari Vietnam, Thailand, Pakistan, dan Myanmar yang sudah antre untuk bersandar di pelabuhan.

Lagi-lagi keputusan impor ini didahului perbedaan data antara Kementan, Kemendag, dan Bulog. Ketiga institusi berbeda pandangan soal tingkat kesediaan beras nasional.

Menurut Kementan, cadangan beras nasional masih sangat mencukupi dan belum diperlukan pasokan baru impor. Menurut Kemendag dan Bulog malah sebaliknya.

Perlu Pembenahan

Pendeknya, terlepas apakah kemudian pemerintah memutuskan untuk memilih kebijakan impor atau tidak, keduanya sama-sama tidak didukung oleh basis data yang komprehensif. Beberapa institusi yang terkait dengan penghimpunan data pangan masih bersitegang satu sama lain terkait validitas data pangan.

Hal itu tentu sangat disayangkan. Ke depan, dengan metode yang lebih sempurna seharusnya persoalan data produksi beras bisa diatasi agar tak menjadi masalah menahun. Beberapa variabel penting seperti angka konversi GKG setara beras harus disinergikan. Juga metode penghitungan luas panen perlu segera dibenahi.

Baca juga: Indonesia Sudah Impor Beras tapi Kok Masih Mahal? Bos Bulog: Bukti Kebutuhan Banyak, Stoknya Kurang

Selain itu, koordinasi antar lembaga sangat penting terutama BPS, Kementan, Perum Bulog, dan Kemendag. Hasil koordinasi atas soliditas dan validitas data akan sangat menentukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan impor beras.

Validitas dan kredibilitas data perberasan nasional tidak saja terkait dengan popularitas dan legitimasi politik penguasa, tetapi yang lebih penting dari itu adalah soal nasib sektor pertanian beserta petani kita di satu sisi dan soal masa depan ketahanan pangan di sisi yang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com