JAKARTA, KOMPAS.com - Kata Inflasi tentu sudah tak asing lagi di telinga apalagi jika menyangkut pemberitaan stabilitas perekonomian.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga rutin setiap bulannya melaporkan tingkat inflasi di Indonesia.
Namun sebenarnya apa itu inflasi?
Berikut adalah pengertian, penyebab, hingga daftar inflasi Indonesia selama 2022 secara tahunan (yoy).
Baca juga: BPS Catat Inflasi Januari 2023 Capai 5,28 Persen
Secara umum, inflasi adalah suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga barang dan jasa.
Sementara itu mengutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI), inflasi diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.
Menurut laman resmi Kementerian Keuangan, setidaknya ada 6 faktor penyebab inflasi antara lain permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.
Penyebab inflasi lainnya yakni adanya peningkatan biaya produksi, bertambahnya uang yang beredar di masyarakat, dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Penyebab inflasi berikutnya perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi atau biasa disebut sebagai inflasi ekspetasi, dan terakhir penyebab inflasi karena kekacauan ekonomi dan politik seperti yang terjadi di Indonesia saat kerusuhan tahun 1998.
Dampak inflasi sendiri seringkali identik dengan efek negatif karena kenaikan harga barang sehingga membuat daya beli masyarakat menurun, terutama masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Menurut Bank Indonesia, dampak inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, dampak inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat dampak inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.