DISRUPSI rantai pasok bahan baku global sebagai dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina memberikan keuntungan bagi aktivitas perdagangan Indonesia. Hal ini tercermin dari naiknya harga komoditas yang diikuti dengan naiknya permintaan ekspor komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional.
Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat, secara akumulatif nilai ekspor nasional periode Januari-Desember 2022 mencapai 291,98 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 4.343 triliun, sehingga tumbuh 26,07 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya ekspor tersebut ditopang kelompok non-migas, khususnya pada komoditas batu bara dan CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit sehingga turut berdampak pada tren surplus neraca perdagangan dalam 32 bulan terakhir sejak Mei 2020.
Baca juga: Neraca Perdagangan RI Surplus pada 2022, Tembus 54,46 Miliar Dollar AS
Namun patut dicermati, surplus neraca perdagangan itu belum berdampak signifikan terhadap peningkatan cadangan devisa yang stabil berada di kisaran 130-146 miliar dolar pada kurun waktu tiga tahun terakhir. Fenomena ini secara implisit menunjukkan bahwa tingginya ekspor komoditas Indonesia belum sepenuhnya menghasilkan valuta asing yang disimpan dan “berputar” di dalam sistem keuangan nasional dalam bentuk devisa.
Sebagaimana diketahui bersama, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 yang mewajibkan penempatan Devisa Hasil Ekspor- Sumber Daya Alam (DHE-SDA) pada sistem keuangan Indonesia untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional. Hasil sumber daya alam berpotensi memperkuat cadangan devisa Indonesia sehingga untuk mewujudkannya perlu dukungan aturan main yang tepat.
Di Indonesia terdapat paling tidak dua institusi yang berkepentingan dalam pengelolaan DHE-SDA, yaitu Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Pengelolaan dokumen aliran uang dan barang hasil kegiatan ekspor SDA dilakukan oleh Kementerian Keuangan untuk keperluan penerimaan negara, khususnya dari kepabeanan dan perpajakan.
Sementara Bank Indonesia melakukan monitoring penempatan DHE-SDA untuk turut memperkuat cadangan devisa nasional sehingga dapat mewujudkan makroekonomi nasional yang resilien, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah melakukan penguatan ketentuan yang memberikan daya tarik bagi pelaku dunia usaha untuk menempatkan devisa hasil ekspornya di sistem keuangan nasional.
Melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022, eksportir diberikan perluasan dalam penempatan dana DHE-SDA tidak hanya pada rekening khusus (reksus) deposito DHE-SDA perbankan. Namun juga dapat ditempatkan pada instrumen operasi moneter valas di Bank Indonesia.
Pada skema ini, nasabah akan memperoleh imbal hasil yang kompetitif atas penempatan dananya dan diberikan insentif pajak dari pemerintah.
Ketentuan tersebut juga memberikan keuntungan bagi bank berupa pengecualian dana reksus DHE-SDA yang ditempatkan ke dalam instrumen operasi moneter valas Bank Indonesia dari komponen dana pihak ketiga yang digunakan dalam perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM Syariah).
Baca juga: Cadangan Devisa RI Naik Jadi 137,2 Miliar Dollar AS, Ditopang Pajak dan Penarikan Utang Pemerintah
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.