Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Murniati Mukhlisin
Praktisi Ekonomi Syariah

Pakar Ekonomi dan Bisnis Digital Syariah/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah/Dosen Institut Tazkia

Literasi Keuangan Syariah untuk Komunitas Disabilitas

Kompas.com - 04/02/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu masalah ekonomi yang sulit untuk diatasi adalah kemiskinan. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,57 persen per September 2022.

Sedangkan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2018, ada 14,2 persen penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas atau 30,38 juta jiwa.

Tidak ada angka pasti yang menunjukkan berapa jumlah orang dengan disabilitas di Indonesia yang miskin.

Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di kalangan masyarakat dengan disabilitas di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat tanpa disabilitas.

Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti keterbatasan dalam mengakses pendidikan dan pekerjaan, diskriminasi dan stigma, serta kurangnya dukungan dan fasilitas.

Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk membantu masyarakat dengan disabilitas mengatasi tantangan dan memperoleh kesejahteraan ekonomi. Untuk itu, peluang kemandirian ekonomi semakin digalakkan walalupun belum maksimal.

BPS menunjukkan bahwa pada 2021, jumlah pekerja dengan disabilitas di Indonesia mencapai 7,04 juta orang atau baru sekitar 5,37 persen dari total penduduk yang bekerja.

Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab adanya dan bertahannya kemiskinan di antaranya rendahnya sumber daya yang menjadi syarat produktivitas, buruknya kondisi lingkungan dan rendahnya pengetahuan dan Pendidikan (Munkner dan Walter, 2001).

Dari berbagai faktor ini dapat dilihat bahwa hal yang paling dapat diupayakan oleh individu maupun lembaga untuk mengurai kemiskinan adalah dengan peningkatan pendidikan secara umum dan pendidikan bagi komunitas disabilitas.

Pendidikan dapat menjadi pengurai kemiskinan karena dengan pendidikan maka kualitas sumber daya manusia menjadi meningkat dan akses terhadap pelayanan keuangan akan lebih mudah dan efisien.

Dari banyaknya jenis pengetahuan, pengetahuan akan pengaturan keuangan atau literasi keuangan merupakan hal mendasar yang penting untuk dipelajari.

Literasi keuangan tidak seperti pengetahuan lain yang dipelajari dan diterapkan pada jangka waktu tertentu, namun dipelajari dan diamalkan seumur hidup.

Menurut Johari dan Ramadhania (2019), tingkat literasi keuangan syariah pada penyandang disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta dari 100 responden yang diamati memiliki kategori rendah, baik pada sisi pengetahuan dan kemampuan, yaitu sebesar 28,29 persen dan 58,72 persen.

Salah satu pendekatan adalah dengan menggunakan Strategi Nasional Literasi Keuangan Syariah (SNLKS) yang disusun oleh Sakinah Finance dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dengan pembagian:

1. Usia 0-6 tahun

Komponen yang perlu ditanamkan dalam pengasuhan sehari-hari bagi anak di usia ini terdiri dari komponen penghasilan harta, akumulasi harta, perlindungan harta, distribusi harta, dan purifikasi harta yang dapat diambil dari teladan kisah-kisah shahabat dan para Nabi dan pengenalan kepemilikan dengan teladan dari orangtua.

2. Usia 7-12 tahun

Komponen yang perlu dibentuk menjadi karakter dan kebiasaan bagi anak-anak di usia 7 hingga 12 tahun ini terdiri dari komponen penghasilan harta, akumulasi harta, perlindungan harta, distribusi harta, dan purifikasi harta yang dapat diambil dari kegiatan bermuamalah sehari-hari, contoh dari orangtua dan sekitar, juga pembelajaran melalui berbagai media baik media online seperti video maupun offline dengan mempelajarinya dari buku maupun bermain peran.

3. Usia 12-15 tahun

Komponen yang perlu dipelajari di usia 13 hingga 15 tahun ini terdiri dari komponen penghasilan harta, akumulasi harta, perlindungan harta, distribusi harta, dan purifikasi harta yang dipelajari dari mempelajari pekerjaan orangtua dan orang sekitar, belajar mengatur uang jajan, mengenal konsep berbisnis ala Rasulullah SAW dan para sahabat dan pembelajaran baik menggunakan media online maupun offline

4. Usia 16-18 tahun

Komponen yang perlu dipelajari di usia 16 hingga 18 tahun terdiri dari komponen penghasilan harta, akumulasi harta, perlindungan harta, distribusi harta, dan purifikasi harta dengan mulai memahami diri sendiri baik kebutuhan maupun minat dan bakat yang dapat menjadi bekal untuk belajar berwirausaha atau menghasilkan harta yang halal, mulai mempelajari produk-produk keuangan yang dapat memfasilitasi dan melindungi harta juga memupuk kepedulian sosial dengan infaq dan shadaqah dari uang saku sendiri.

5. Usia 19-23 tahun

Fase kelima dalam materi literasi ekonomi dan keuangan syariah adalah fase mempelajari dan memiliki pengetahuan komprehensif mengenai ekonomi dan keuangan syariah pada masa transisi dari masa belajar menjadi masa mandiri.

Pada periode ini hal yang perlu ditekankan adalah persiapan keuangan pengantin baru dan keuangan keluarga baru karena pada usia ini bagi laki-laki sudah diperbolehkan secara hukum untuk menikah tanpa wali.

6. Usia 24-55 tahun

Pada masa ini diperlukan implementasi pengetahuan ekonomi dan keuangan syariah dalam kehidupan sehari-hari.

Peran suami istri menjadi sangat penting dalam menjalankan kehidupan ekonomi dan keuangan sesuai syariah, oleh karena itu dibutuhkan diskusi dan sinkronisasi gaya hidup antar suami istri.

Sehingga perlu ditekankan implementasi bagaimana menambah pemasukan halal, ilmu waris, pengasuransian, menabung dana pensiun hingga pengajaran literasi keuangan usia dini untuk anak-anak mereka.

7. Usia 56 keatas

Kelompok usia 56 tahun ke atas memasuki masa pensiun di mana seorang individu yang bekerja berdasarkan peraturan kemudian menyelesaikan masa dinasnya.

Pada masa ini diharapkan implementasi pengetahuan ekonomi dan keuangan syariah dapat berperan dalam membantu mengelola kepentingan individu, keluarga, dan masyarakat yang sesuai dengan tujuan-tujuan (maqashid) syariah.

Seperti yang sudah diketahui bahwa penyandang disabilitas dapat dikelompokan berdasarkan disabilitas sensorik, disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental.

Seorang penyandang disabilitas dapat mengalami satu atau lebih ragam disabilitas dalam waktu bersamaan.

Maka dari itu teknik penyampaian pembelajaran untuk kelompok usia di atas perlu menekankan pada teknik komunikasi, peranan pendamping, dan alat bantu yang beragam.

Demikian, semoga kita makin memperhatikan edukasi untuk komunitas disabilitas. Kedudukan mereka sangat mulia, bahkan disebut di dalam Al-Qur’an, yaitu Surah ‘Abasa (Bermuka Masam) tepatnya QS A’Abasa (80): 1-10, dimana Allah SWT menegur Rasulullah SAW untuk jangan mengabaikan siapa pun yang datang kepadanya baik pembesar Quraisy maupun Abdullah bin Ummi Maktum yang buta (a’ma). Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com