CBDC juga dapat digunakan sebagai piranti untuk meningkatkan inklusi keuangan sehingga mempermudah akses terhadap sistem keuangan (B. Zams dkk, 2020).
Selain itu, CBDC dapat menyediakan data aktivitas ekonomi sesaat, mengubah ekonomi dari informal menjadi formal dan meningkatkan ketahanan fiskal melalui pengumpulan pajak yang lebih besar (S. Shirai, 2019).
Mengantisipasi perkembangan teknologi dan inovasi di bidang moneter, Bank Indonesia telah menginisiasi penerbitan uang rupiah dalam bentuk digital.
Hal ini tertuang dalam White Paper Proyek Garuda yang merupakan panduan atau pedoman dalam merancang dan mendesain CBDC atau uang Rupiah digital.
Ada beberapa hal yang menjadi faktor penggerak utama pengembangan Rupiah digital. Bank Indonesia diberikan mandat oleh undang-undang sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menerbitkan mata uang Rupiah di Indonesia, bukan pihak swasta.
Sesuai dengan amanat UU P2SK yang menyempurnakan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas, Rupiah logam, dan Rupiah digital.
Selain itu, Bank Indonesia harus terus mentransformasi mekanisme peredaran uang sesuai perkembangan ekonomi dan keuangan digital yang semakin terdesentralisasi.
Terakhir, Bank Indonesia harus membangun infrastruktur pembayaran antarnegara guna mendukung perdagangan dan keuangan internasional di era digital.
Di luar itu, Pemerintah telah mengizinkan perdagangan aset kripto atau mata uang kripto di Indonesia. Izin tersebut dikeluarkan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan menerbitkan peraturan Bappebti (Perba).
Kini tercatat 219 aset kripto yang telah mengantongi izin sehingga boleh diperdagangkan di Indonesia.
Persoalannya, dalam UU Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang ditegaskan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi untuk pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lalu mengapa mata uang atau aset kripto dapat diperdagangkan di Indonesia? Mata uang kripto dimasukkan ke dalam kategori komoditi sesuai UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Yang dimaksud dengan komoditi sesuai pasal 1 ayat 2 adalah semua barang, hak, dan kepentingan lainnya dan setiap derivatif dari komoditi yang dapat diperdagangkan dan menjadi subyek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan atau kontrak derivatif lainnya.
Dengan demikian, mata uang kripto masuk dalam kategori komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka dengan beberapa alasan berikut.
Pertama, harga mata uang kripto cenderung sangat fluktuatif dan cukup likuid.