Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Periset BRIN: Memilih Kalteng untuk Food Estate adalah Pilihan Tepat

Kompas.com - 06/02/2023, 19:04 WIB
Fransisca Andeska Gladiaventa,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Susilawati mengungkapkan, upaya ketahanan pangan regional, nasional, dan internasional melalui program food estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah pilihan tepat.

“Kami sangat bersyukur ada pencanangan program food estate ini. Karena lahan-lahan yang dimiliki cukup potensial dan luas. Artinya, memilih Kalteng untuk food estate adalah pilihan yang tepat,” ungkap Susilawati dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (6/2/2023).

Menurutnya, produktivitas padi di lahan rawa masih rendah karena minimnya pengetahuan petani akan sistem budi daya di lahan rawa.

Akibatnya, panen padi di berbagai daerah masih berada di bawah angka rata-rata nasional, yakni 5,06 ton per hektar (ha).

“Selain itu, luas lahan rawa yang digunakan untuk pertanian masih sangat kecil, hanya 23,8 persen dari luas total lahan sawah di Indonesia. Jadi, diharapkan food estate yang diimplementasikan pemerintah ini dapat menambah luas tanam padi,” ujar Susilawati.

Baca juga: Kondisi Food Estate di Kalteng, Periset BRIN: Mengubah Lahan Rawa Jadi Produktif Tidak Mudah

Dengan kondisi lahan pertanian yang semakin berkurang, lanjut Susilawati, pengelolaan lahan rawa menjadi solusinya.

“Memang tidak mudah dalam mengelola lahan rawa. Ada persiapan-persiapan yang harus dilakukan. Ini merupakan bagian dari investasi masa depan yang artinya food estate ini memang tepat dan harus ada,” ucap Susilawati.

Susilawati menjelaskan, lahan rawa dibagi menjadi tiga berdasarkan dengan genangannya, yakni lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak, dan lahan rawa lebak peralihan. Kalteng sendiri memiliki banyak lahan rawa pasang surut.

“Rawa pasang surut itu dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut yang terbagi dalam beberapa tipe, yaitu tipe a, b, c, dan d. Rata-rata petani lokal sudah terbiasa dengan pengelolaan tersebut,” jelas Susilawati.

Baca juga: Sinergi Dirjenbun Kementan dan Bupati Kediri Perkuat Pengembangan Perkebunan di Kediri

Ia menambahkan, paling banyak yang dimanfaatkan untuk usaha tani padi itu adalah tipe a dan b, karena bisa dua kali pertanaman dalam setahun.

“Sedangkan tipe c dan d lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan karet dan buah-buahan,” tambahnya.

Ia mengatakan, hal yang paling penting dalam mengelola lahan rawa adalah manajemen air. Oleh karenanya, food estate tidak bisa berdiri sendiri dan membutuhkan sinergi antarlembaga.

Food estate ini mencakup keseluruhan. Tidak hanya menyangkut bantuan benih, tetapi juga tata air mikro dan makro. Hal itu dikarenakan food estate adalah program strategis nasional, sehingga banyak kementerian yang turut bergerak,” katanya.

Susilawati meminta semua pihak untuk tidak terlalu mengharapkan hasil dari food estate. Sebab, program ini baru berjalan kurang lebih tiga tahun dengan sarana dan prasarana pertanian yang masih terus dikembangkan.

“Apabila menginginkan selama tiga tahun langsung berhasil, mungkin bisa dimulai di lahan optimal, bukan di lahan bukaan baru di rawa seperti ini. Tetapi kalau di lahan rawa memang perlu proses lebih lama untuk menata lahan-lahan sesuai peruntukannya,” ujarnya.

Baca juga: Petani di Kalteng Berhasil Panen Perdana, Food Estate Disebut Mulai Hasilkan Manfaat

Kondisi pertanian jauh lebih baik

Para petani yang bertani dan menerapkan program Food Estate di lahan rawaDOK. Humas Kementan Para petani yang bertani dan menerapkan program Food Estate di lahan rawa

Selama mendampingi para masyarakat transmigrasi dalam Bertani di lahan rawa di Kalteng, Susilawati mengaku kondisi pertanian di sini jauh lebih baik sejak adanya program Food Estate.

Susilawati mengaku, selama mendampingi masyarakat transmigrasi dalam bertani di lahan rawa di Kalteng, kondisi pertanian menjadi lebih baik berat program food estate.

“Ketika mengolah lahan rawa pasang surut dengan cara tradisional dan ditanami dengan padi lokal memakan waktu yang cukup lama dalam setahun, mungkin hanya bisa sekali tanam. Sedangkan hasil yang di dapat juga hanya satu sampai dua ton per hektar. Sekarang dengan teknologi dan bibit unggul, serta adaptasi bagus menghasilkan panen yang mencapai empat ton lebih,” tutur Susilawati.

Di daerah Belanti Siam, lanjut dia, produksinya sudah hampir sama dengan daerah-daerah yang ada di Jawa. Pasalnya, lahan-lahan yang ada di daerah itu sudah bagus dan para petaninya sudah mulai berani menggunakan benih varietas hibrida.

Baca juga: Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Kementan Fokus Awasi Praktik Alih Fungsi Lahan

“Saat ini mungkin produksinya sudah di atas lima ton atau hampir sama dengan rata-rata nasional dan akhirnya tidak lagi di bawah enam hingga tujuh ton. Untuk melalui proses penanaman hibrida seluas-luasnya itu petani harus memiliki modal yang besar. Sayangnya, dari bantuan yang diberikan pemerintah, produksi rata-rata mungkin hanya berkisar tiga sampai empat ton,” katanya.

Menurutnya, ia menyayangkan apabila pemerintah pusat menghentikan bantuan dalam pengembangan food estate. Sebab, bila bantuan itu dibarengi dengan infrastruktur dan penguatan sumber daya manusia (SDM), hasilnya akan sangat jauh berbeda.

“Artinya diharapkan bahwa ini adalah investasi yang dibuat. Tentunya harus berani dan petani yang meninggalkan lahannya bisa segera balik. Ayo kita bersama-sama dan harus kita dampingi,” harapnya.

Tak hanya itu, Susilawati mengungkapkan, banyak investor asing yang berminat untuk menggarap lahan food estate di sini. Investor asing ini datang dengan anggaran dan teknologi yang dibawa langsung dari negaranya.

Katanya, ada investor asing dari Korea Selatan (Korsel) yang ingin mengelola seluas 10.000 hektar dan mengaku sudah mendapatkan hak guna usaha (HGU).

“Baru-baru ini saya bertemu dengan investor dari Korsel dan ingin mengelola seluas 10.000 hektar. Tak hanya itu, investor ini juga mengaku sudah menghadap di Jakarta dan mendapatkan HGU. Saya berharap pemerintah tidak menyerahkan ini ke investor asing,” ungkap Susilawati.

Baca juga: Dinas TPHP Kalteng Sebut Food Estate Bantu Tumbuhkan Indeks Pertanian dan Ekonomi Petani

Punya dampak besar bagi mahasiswa

Akademisi Universitas Palangkaraya (UPR) Kalimantan Tengah (Kalteng) Eka Nur Taufik menilai program food estate di wilayahnya memiliki dampak positif yang sangat besar terhadap kemajuan mahasiswa. Bahkan, tak sedikit lulusannya kini bergelut dan menjadi petani muda.

“Saya bingung dengan banyak yang berpendapat bahwa program food estate ini gagal, padahal program masih terus berproses. Banyak mahasiswa UPR yang melakukan penelitian di sana dan lulus dengan nilai bagus,” ujar Eka.

Lanjut Eka, banyak di antara mahasiswanya yang melakukan penelitian dan pengembangan diri pada lahan food estate yang diimplementasikan dalam bentuk tugas akhir atau skripsi.

“Oleh karena itu, kalimat gagal dalam program tersebut tidak memiliki dasar, karena sampai saat ini program food estate masih berjalan dengan baik,” jelas Eka.

Di sisi lain, Eka mengatakan, food estate telah memberi dampak yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi petani dan masyarakat setempat.

Baca juga: Kementan Sebut Perppu Cipta Kerja Permudah Izin Usaha Sektor Pertanian

Sedangkan dari sisi produksi, rata-rata lahan sawah meningkat dari dua ton menjadi empat ton per hektar.

“Memang itu semua butuh proses dan tidak bisa secepat kilat. Suatu hal yang pasti ada kenaikan yang cukup signifikan setelah adanya food estate ini. Dampak ke masyarakatnya juga sudah semakin terlihat, misalnya dari sisi infrastruktur yang sudah bagus,” kata Eka.

Produktivitas food estate, lanjut dia, mengalami penambahan sebesar enam hingga tujuh ton per hektar apabila sarana produksi, mulai dari benih, pupuk, dan obat-obatan pertanian yang disediakan atau diberikan sesuai dengan ketentuan, seperti tepat jumlah, jenis, waktu, dan mutu.

Selain itu, apabila sudah dioperasikan, produktivitas juga akan semakin bertambah dengan progres pembangunan dam di wilayah Dadahup Kapuas.

Food estate ini sangat penting sekali bagi kemajuan dan keberlanjutan pangan nasional. Apalagi kalau dam yang berada di Dadahup sudah berfungsi dengan baik. Jadi, kalau mau evaluasi nanti di akhir saja, jangan sekarang karena masih berproses,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com