Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Startup Terkena Fenomena "Tech Slowdown", Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 10/02/2023, 13:10 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan teknologi di berbagai negara mengalami tekanan hebat pada tahun 2022. Ini terefleksikan dari penurunan valuasi perusahaan teknologi serta berbagai langkah efisiensi secara masif yang dilakukan.

Tekanan hebat juga dirasakan oleh perusahaan teknologi, khususnya perusahaan rintisan atau startup, di Indonesia. Sepanjang tahun lalu, banyak startup yang mengumumkan perampingan besar-besaran, penutupan operasional, hingga kebangkrutan.

PT Mandiri Capital Indonesia menilai, fenomena yang dikenal dengan 'Tech Slowdown' itu tidak terlepas dari kecenderungan startup untuk 'membakar uang' untuk memperkuat branding perusahaan dan menjangkau lebih luas pasar. Namun, tech slowdown menunjukan, strategi itu tidak lagi efektif.

Baca juga: Yahoo Bakal PHK 20 Persen Karyawannya, Pekan Ini Sudah 1.000 Karyawan

Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha mengatakan, terdapat dua penyebab utama dunia tengah memasuki fenomena tech slowdown. Pertama, perusahaan belum melakukan perencanaan masa depan yang tepat.

"Startup cenderung mengharapkan periode pertumbuhan eksponensial di beberapa sektor yang dipicu oleh pandemi untuk berlanjut ketika keadaan telah kembali normal," ujar dia, di Jakarta, dikutip Jumat (10/2/2023).

Lalu penyebab yang kedua ialah, perusahaan belum menghasilkan inovasi. Misalnya, perusahaan justru menawarkan produk atau servis yang sudah populer di pasar.

Dengan melihat faktor-faktor tersebut, pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura kepada startup mengalami penurunan pada 2022. Data State of Venture 2022 Report menunjukan, pendanaan modal ventura ke startup sepanjang tahun lalu sebesar 415,1 miliar dollar AS, turun 35 persen dibanding tahun sebelumnya.

Oleh karenanya, pada tahun 2023 startup dinilai perlu memperhatikan berbagai aspek. Poin utama yang perlu diperhatikan ialah terkait dengan biaya operasional.

"Dalam sisi operasional, baik tenaga kerja, pemasaran, dan infrastruktur cloud, startup harus memastikan bahwa mereka memilih model yang paling hemat biaya dan tidak menggunakan lebih banyak daripada yang mereka butuhkan,” tutur Chief Financial Officer MCI, Rino Bernando.

Baca juga: Startup CoHive Resmi Tutup, Pandemi Berkepanjangan sampai Pendanaan jadi Penyebabnya

Kemudian, Rino bilang, startup perlu berinovasi dan menciptakan solusi dari suatu masalah. Pasalnya, solusi atas permasalahan yang ditawarkan oleh startup pun harus memiliki model bisnis yang tepat dan dapat menghasilkan pendapatan agar dapat bertahan.

"Sehingga startup dituntut harus memiliki path to profitability," katanya.

Selain itu, setiap keputusan sulit yang diambil oleh bisnis di tahun 2022 harus menjadi pelajaran untuk tahun 2023. Startup disebut harus berefleksi, melihat ke depan, dan merencanakan pertumbuhan yang berkelanjutan pada tahun 2023 dan tahun-tahun mendatang.

"Mandiri Capital Indonesia selalu memprioritaskan fundamental bisnis untuk pertumbuhan jangka panjang," ucap Rino.

Baca juga: Profil 7 Bos Startup yang Masuk Tokoh Muda Berpengaruh Fortune Indonesia 40 Under 40

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com