Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Versi Buwas, Biang Kerok Beras Masih Mahal Gara-gara Ulah Mafia

Kompas.com - 10/02/2023, 19:16 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan mafia beras sengaja memanfaatkan momentum program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan atau operasi pasar dengan membeli beras Bulog untuk dikemas kembali dan dijual dengan harga premium.

“Sudah banyak yang kita turunkan hanya pada akhirnya tidak menurunkan harga pokok, harga beras tetap mahal,” katanya saat Konferensi Pers Penyimpangan Distribusi Beras di Polda Banten seperti dikutip dari Antara, Jumat (10/2/2023).

Purnawirawan jenderal polisi yang akrab disapa Buwas ini menyampaikan, bahwa pihaknya sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, telah mengimpor 500 ribu ton beras pada akhir Desember guna menstabilkan pasokan dan harga beras.

Beras yang merupakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) itu pun telah didistribusikan melalui 12 titik provinsi yang sangat membutuhkan beras.

Baca juga: UMK atau UMR Pekanbaru 2023 dan Seluruh Riau

Kendati beras impor yang didatangkan dari Thailand, Vietnam, Myanmar dan Pakistan tersebut merupakan kualitas premium, Bulog tetap menjual dengan harga kualitas medium yakni Rp 8.300.

Kondisi tersebutlah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia beras seperti yang telah diamankan oleh Polda Banten. Akibatnya, stok beras masih langka dan harganya masih mahal.

“Memang naluri saya sebagai mantan polisi, saya bilang pasti ada pelanggaran itu kenapa pada saat itu saya sidak dadakan yang tidak direncanakan sehingga saya menemukan pelanggaran itu (di Pasar Induk Beras Cipinang). Seperti persis hari ini ditemukan oleh Polda Banten,” ucap dia.

Berdasarkan temuan Polda Banten, lanjutnya, mafia beras tersebut membeli beras Bulog seharga Rp 8.300 kemudian mengemas kembali dengan karung beras kemasan premium berbagai merek dan dijual dengan harga rata-rata Rp 12.000.

Baca juga: Gaji UMK atau UMR Palembang 2023 dan Semua Daerah Se-Sumsel

Bahkan ada indikasi beras-beras tersebut dijual ke Atambua NTT dan diselundupkan ke Timor Leste. Hal tersebut, tegas Buwas, menunjukkan bahwa negara telah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakatnya tapi ada oknum yang memanfaatkan.

“Di sisi lain pengusahanya ini mendapat untung yang luar biasa, dia tidak mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat membeli. Mereka hanya mencari keuntungan dan memanfaatkan operasi beras Bulog yang kita laksanakan masif untuk mencari keuntungan setinggi tingginya,” jelas Buwas.

Adapun Satgas Pangan Polda Banten menangkap tujuh tersangka yang melakukan tindak pidana perlindungan konsumen dan persaingan dagang dengan melakukan kecurangan distribusi 350 ton beras Bulog.

Terdapat enam modus yang dilakukan oleh tersangka yaitu repacking beras Bulog menjadi beras premium dengan berbagai merek, mengoplos beras Bulog dengan beras lokal, dan menjual beras diatas harga HET.

Baca juga: Buwas Beberkan Modus Mafia Raup Untung Besar dari Beras Impor

Lalu memanipulasi delivery order dari distributor maupun mitra Bulog, masuk ke tempat penggilingan padi seolah-olah merek sendiri dan memonopoli sistem dagang.

"Kami menurunkan satgas pangan yang langsung bergerak cepat dengan mengungkap kasus tindak pidana perlindungan konsumen dan persaingan dagang dengan cara mengemas ulang beras Bulog menjadi kemasan merek lain", kata Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto.

Modus mafia beras

Sebelumnya dikutip dari Harian Kompas, dugaan praktik penyalahgunaan cadangan beras pemerintah atau CBP yang berasal dari impor berpotensi terjadi di tingkat pedagang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS Dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS Dari Korea Development Bank

BrandzView
Menko Airlangga Sebut Indonesia Belum Selesai Hadapi 'Global Shock'

Menko Airlangga Sebut Indonesia Belum Selesai Hadapi "Global Shock"

Whats New
Sanksi Menanti Perusahaan yang Tak Bayar THR Karyawan

Sanksi Menanti Perusahaan yang Tak Bayar THR Karyawan

Whats New
Relaksasi WFH untuk ASN Dinilai Tak Pengaruhi Arus Balik Lebaran

Relaksasi WFH untuk ASN Dinilai Tak Pengaruhi Arus Balik Lebaran

Whats New
Kemenaker Terima 1.475 Aduan Masalah THR, Paling Banyak terkait THR Tidak Dibayar

Kemenaker Terima 1.475 Aduan Masalah THR, Paling Banyak terkait THR Tidak Dibayar

Whats New
Menteri PUPR: Pemindahan ASN ke IKN Setelah Upacara 17 Agustus

Menteri PUPR: Pemindahan ASN ke IKN Setelah Upacara 17 Agustus

Whats New
IHSG Ambles, BEI: Tensi Geopolitik Pengaruhi Pergerakan Indeks

IHSG Ambles, BEI: Tensi Geopolitik Pengaruhi Pergerakan Indeks

Whats New
Ekonomi Indonesia Dinilai Cukup Kuat Redam Dampak Potensi Konflik Pascaserangan Iran

Ekonomi Indonesia Dinilai Cukup Kuat Redam Dampak Potensi Konflik Pascaserangan Iran

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 16 April 2024

Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 16 April 2024

Spend Smart
'Skenario' Konflik Iran dan Israel yang Bakal Pengaruhi Harga Minyak Dunia

"Skenario" Konflik Iran dan Israel yang Bakal Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Whats New
Ekonomi China Tumbuh 5,3 Persen pada Kuartal I-2024

Ekonomi China Tumbuh 5,3 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Resmi Melantai di BEI, Saham MHKI Ambles 9,3 Persen

Resmi Melantai di BEI, Saham MHKI Ambles 9,3 Persen

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 16 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 16 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com