Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkeu Minta Para Pimpinan PLN Tidak Bermental "Leader" Monopoli

Kompas.com - 13/02/2023, 15:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara meminta para pemimpin PT PLN (Persero) mengelola perusahaan tidak dengan mental 'leader' monopoli. Ia ingin, perusahaan listrik berpelat merah itu berkembang dan dikelola dengan integritas.

Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Seminar Leaders Talk PT PLN Series 2023 bertema 'Economic Outlook and Everlasting Transformative Leadership' pada Senin (13/2/2023).

Suahasil mengakui, PLN merupakan BUMN yang sangat besar, serta perusahaan yang memonopoli bisnis kelistrikan di Indonesia. Namun, bukan berarti pengelolaanya harus dilakukan dengan kepemimpinan yang ber-mindset monopoli.

Baca juga: Eks Ketua KPU Jabat Komisaris di Anak Perusahaan PLN

"Kalau kita semua menganggap bahwa PLN adalah monopolistik, pemegang kekuasaan monopoli, maka anda menjadi leader-nya monopoli, mindset leader-nya menjadi mental leader monopoli, yang biasanya kalau monopolis itu dia hanya memaksimalkan manfaat (benefit) untuk sendiri," ujar dia.

Menurut Suahasil, PLN punya tugas besar untuk membuat bisnisnya yang monopoli tersebut justru berdampak positif bagi banyak pihak, bukan malah memaksimalkan keuntungan sendiri.

Oleh sebab itu, ia pun meminta para pimpinan PLN bisa merefleksikan diri, apakah selama ini telah memimpin perusahaan dengan mental monopoli atau tidak.

"PLN yah monopoli, tapi bagaimana menjadi monopoli yang tidak hanya memaksimalkan benefit sendiri. Ini menjadi satu PR (pekerjan rumah) besar. Saya ingin teman-teman semua, sebagai pimpinan dari PLN mencoba merefleksikan ini, sudah menjadi leader yang memang membawa nama negara atau menjadi leader yang membawa mindset monopoli," paparnya.

Baca juga: Bos PLN Pastikan Indonesia Tidak Bakal Alami Pemadaman Listrik Massal Seperti Pakistan

Ia menuturkan, buruknya kepemimpinan dengan pemikiran monopoli adalah enggan bergerak untuk memulai inisiatif, melainkan hanya menunggu karena merasa menjadi pihak yang akan selalu dibutuhkan oleh pihak lainnya.

Kondisi tersebut berbeda dengan kepemimpinan yang ada di tengah persaingan, sebab akan selalu berupaya untuk berinovasi dan mengembangkan diri.

"Leader monopoli itu dia nunggu, (pemikirannya) 'emang bisa cari orang lain? pasti cari saya, jadi tunggu saja'. Nunggu itu akhirnya membuat tidak mengembangkan diri," kata Suahasil.

"Tapi seorang leader yang ada dalam situasi persaingan yang aktif, dia itu mencari. Jadi coba ibu bapak refleksikan, selama ini nunggu atau nyari," imbuh dia.

Selain tidak berkembang, buruknya kepemimpinan dengan pemikiran monopoli juga membuat terjadinya kompromi terhadap integritas. Suahasil pun kembali meminta untuk para pimpinan PLN bisa berkaca, apakah selama ini baik secara pribadi maupun unit, telah menjalankan tugas dengan integritas atau tidak.

"Integritas kadang-kadang menjadi kompromi. Ibu-bapak tolong merefleksikan ke dalam bidang tugas kita masing-masing, bukan hanya integritas ibu-bapak sekarang, tapi juga integritas unit, integritas dari keseluruhan staf kita, apa assessment (penilaian) bapak-ibu terhadap integritas," paparnya.

Suahasil menambahkan, perusahaan besar seperti PLN juga harus menjaga pluralisme atau pemahaman untuk menghargai adanya perbedaan. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki banyak budaya dan latar belakang.

Lagi-lagi, ia ingin para pemimpin PLN bisa merefleksikan diri terkait menjaga keberagaman di lingkungan pekerjaan.

"Untuk perusahaan sebesar PLN ini kita harus bicara juga mengenai pluralisme. Cek ke dalam diri kita sendiri, ke dalam unit kita sendiri, kita menjaga pluralisme Indonesia apa tidak," tutup dia.

Baca juga: Sudah Dilarang, TikTok Shop Masih Jual Minyakita, Harganya Capai Rp 18.000 Per Liter

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com