PEMERINTAH menerbitkan aturan pelaksanaan baru terkait pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022. Penerbitan PP Nomor 44 Tahun 2022 sekaligus mencabut PP Nomor 1 Tahun 2012.
Berlaku sejak diundangkan pada 2 Desember 2022, PP Nomor 44 Tahun 2022 memberikan setidaknya 10 poin penting perubahan dibanding aturan sebelumnya. Lima dari 10 poin perubahan tersebut adalah ketentuan baru, sementara lima yang lain merupakan penyesuaian ketentuan PPN dan PPnBM dari regulasi sebelumnya.
Dalam penjelasan PP Nomor 44 Tahun 2022, pemerintah menyatakan bahwa perubahan ketentuan ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, penyederhanaan administrasi, serta memberikan kemudahan dan keadilan di bidang PPN dan PPnBM kepada wajib pajak.
PP Nomor 44 Tahun 2022 juga merupakan salah satu aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca juga: Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP
Ada lima poin penting tambahan baru ketentuan terkait PPN dan PPnBM di PP Nomor 44 Tahun 2022, yaitu:
PP Nomor 44 Tahun 2022 mengatur soal penunjukan pihak lain untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan atau PPnBM. Pihak lain yang dimaksud adalah pedagang, penyedia jasa, dan atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Pengenaan PPN atau PPnBM atas barang kena pajak yang dipakai sendiri sekarang tidak lagi ada pembedaan antara barang produksi dan konsumsi.
Baik pemakaian sendiri untuk tujuan produksi maupun bukan produksi tetap terutang PPN dan atau PPnBM, sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (3) PP Nomor 44 Tahun 2022.
"Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pemakaian atau pemanfaatan untuk kepentingan Pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri."
Dalam aturan sebelumnya, pemakaian sendiri barang kena pajak untuk kegiatan produksi tidak terutang pajak atau mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Diatur dalam pasal yang sama, pemerintah juga menegaskan ketentuan PPN atas pemberian cuma-cuma dianggap sebagai penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak dan dikenakan PPN .
Penyerahan agunan oleh kreditur kepada pembeli ditetapkan sebagai barang kena pajak dan harus dikenai PPN atau PPnBM. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 10 PP Nomor 44 Tahun 2022. Dalam pasal yang sama disebutkan pula beberapa jenis agunan yang penyerahannya dikenai PPN, yaitu:
Penyerahan barang melalui skema transaksi pembiayaan syariah tidak dikenai PPN ketika barang kena pajak tersebut dikembalikan kepada pihak yang menyerahkannya.
Merujuk ketentuan Pasal 12 PP Nomor 44 Tahun 2022, yang dimaksud penyerahan barang kena pajak dalam skema transaksi syariah di sini adalah yang terkait dengan penerbitan sukuk dan perdagangan di pasar komoditas syariah.
Pemerintah mengatur tersendiri soal pemungutan dan penyetoran PPN atau PPnBM menggunakan besaran tertentu, untuk pelaku usaha yang memiliki jumlah peredaran usaha dalam satu tahun di bawah nilai tertentu, melakukan kegiatan usaha tertentu, dan/atau melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak tertentu.