Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HPP di Bawah Harga Pasar Jadi Alasan Petani Enggan Jual Beras ke Bulog

Kompas.com - 14/02/2023, 15:40 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai dengan diterapan Harga Pokok Penjualan (HPP) mengekang strategi Bulog dalam menyerap beras petani.

Peneliti CIPS Hasran menuturkan, HPP yang seringkali berada di bawah harga pasar membuat petani enggan menjual berasnya ke Bulog.

“Pemerintah perlu mengevaluasi besaran HPP dengan memperhatikan faktor-faktor dalam proses produksi dan distribusi. Dengan mempertimbangkan proses produksi yang belum efisien, harga gabah sudah terbilang mahal sejak awal. Selain masih belum efisiennya proses, panjangnya rantai pasok dan luasnya wilayah Indonesia juga perlu jadi pertimbangan," ujar Hasran dalam keterangannya, Selasa (14/2/2023).

Baca juga: 7 Tersangka Pengoplos Beras Bulog Ditangkap, Harga Beras Masih Mahal

Terkait distribusi, Hasan bilang, juga mempengaruhi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun lalu dan berdampak cukup signifikan terhadap harga pangan, termasuk beras. Selain itu, kenaikan harga gas juga berdampak pada harga pupuk.

“Hal-hal seperti ini tentu mempengaruhi margin keuntungan yang didapat petani,” ungkapnya. 

Hasran menambahkan, kecenderungan kenaikan harga beras saat ini juga disebabkan oleh pengaruh musiman, khususnya pola panen, dimana produksi turun di bawah kebutuhan konsumsi. Selama ini stok beras di gudang-gudang baik swasta maupun Bulog pasti habis. Momentum ini dimanfaatkan petani untuk menaikkan harga gabah dan beras di daerah. 

Kemungkinan adanya praktik oligopolistik juga turut menyebabkan naiknya harga beras, di mana segelintir pedagang besar melakukan manipulasi harga saat stok beras nasional menipis.

"Mereka memiliki pengaruh keuangan serta kontrol atas stok dan distribusi beras di tingkat petani dan pabrik," imbuh Hasran. 

Karena beras merupakan komoditas dengan permintaan yang inelastis, konsumen akan terus membeli berapapun harga jualnya. Hal ini yang kemudian mendorong pedagang besar untuk menaikkan harga. 

Untuk diketahui juga, saat ini, aturan HPP gabah/beras masih mengacu kepada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, yang menetapkan harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp 4.200 per kilogram, GKP di tingkat penggilingan Rp 4.250 per kilogram, Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 5.250 per kilogram dan Beras Medium di Gudang Bulog Rp 8.300 per kilogram.

Baca juga: Peneliti CIPS: Peran Bulog dalam Rantai Pasok Beras Perlu Dievaluasi

Serapan beras yang memadai diperlukan sebagai bentuk antisipasi peningkatan permintaan jelang Bulan Ramadhan dan idul Fitri 2023.

Sementara berdasarkan Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks Bu RT) CIPS menunjukkan, pada Januari 2023, harga rata-rata GKP di tingkat petani adalah Rp 5.837 per kilogram atau naik 16,52 persen, dan rata-rata harga GKP di tingkat pengupas Rp 5.973 per kilogram atau naik 16,72 persen dibandingkan harga padi mutu sejenis pada Januari 2022. 

Sementara itu, rata-rata harga GKG di tingkat petani mencapai Rp 6.501 per kilogram atau naik 20,63 persen. 

Hasran menambahkan, impor beras di waktu yang tepat dapat berpengaruh pada kestabilan harga beras di pasar. Harga akan relatif lebih stabil dan tidak mengalami lonjakan yang signifikan. 

Panen yang sedang berlangsung pun harus dimaksimalkan dengan sebaik mungkin, terutama bagi daerah-daerah penghasil beras di Indonesia.

Oleh sebab itu, CIPS juga merekomendasikan beberapa hal terkait penanganan fluktuasi harga beras. Pertama adalah urgensi untuk memiliki data yang sama, akurat, dan pasti terkait jumlah produksi beras nasional, cadangan beras pemerintah (CBP), dan cadangan beras nasional. Hasran menekankan, data ini tidak boleh dimanipulasi supaya bisa menjadi dasar pengambilan kebijakan yang terbaik.

Selanjutnya adalah, Badan Pangan Nasional, melalui Bulog, perlu mengoptimalkan serapan CBP antara Februari dan Juli 2023. Jumlah yang harus diserap mencapai 3 juta ton.  Setelah musim panen, pemerintah harus melepas berasnya secara bertahap ke pasar melalui operasi pasar.

"Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan opsi impor dan kelayakan pembukaan jalur impor. Impor yang terlambat dilakukan pada 2022 lalu membuat harga beras sulit untuk dikendalikan," pungkasnya.

Baca juga: Kata Mentan Produksi Beras RI Berlimpah Ruah, Kok Impor?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com