JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) membeberkan ihwal utang subsidi selisih harga minyak goreng yang belum dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) sejak Januari 2022.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, total utang yang belum dibayar BPDPKS mencapai Rp 344 miliar kepada 31 perusahaan retail.
Roy menjelaskan utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng yang pada saat Januari 2022 lalu, rata-rata harga keekoomian minyak goreng sebesar Rp 17.260 per liter.
Baca juga: TikTok Shop Bakal Turunkan Produk Minyakita yang Dijual di Aplikasinya
Sementara Kementerian Perdagangan harus menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 secara merata. Artinya terdapat selisih harga sebesar Rp 3.260 per liter.
Sayangnya, Roy mengaku, proses penggantian dana tersebut tidak dikomunikasikan kepada peretail modern anggota Aprindo.
Adapun retail modern yang menerapkan aturan tersebut sebanyak 42.000 gerai.
"Proses ini tidak dikomunikasikan kepada peretail modern anggota Aprindo. Jadi utang ini tanda tanya sampai hari ini," kata Roy dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di DPR RI, Jakarta (14/2/2023).
Baca juga: Tidak Hanya Minyakita, Pemerintah Juga Batasi Pembelian Minyak Goreng Curah Maksimal 10 Kg Per Hari
Lebih lanjut Roy mengatakan, kebijakan satu harga minyak goreng dimulai sejak 19 Januari 2022 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 dan berakhir 31 Januari 2022. Penyelesaian pembayaran selisih seharusnya selesai 6 bulan kemudian.
Roy mengaku pihaknya sudah melakukan audiensi kepada Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) karena pembayaran selisih tersebut sebetulnya menggunakan dana pungutan ekspor sawit yang ditarik oleh BPDPKS.
Dia menjelaskan, pihak BPDPKS sudah siap membayar dan dana telah tersedia. Namun pencairan belum dapat dilakukan karena masih menunggu verifikasi dan mendapat rekomendasi dari Kemendag.
Baca juga: Minyakita Mahal dan Langka, DPR Bakal Panggil Mendag Zulhas
Selain itu Roy juga mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, pemerintah telah menunjuk Sucofindo sebagai verifikator, namun tak kunjung ada kejelasan.
"Kami dapat kabar dari Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag sudah tidak di Sucofindo tapi di BPKP. Lho, di BPKP ini tidak terkait dengan dana APBN?," katanya.
Roy mengaku, hingga saat ini pun utang tersebut masih menggantung dan belum mendapatkan penjelasan.
Baca juga: KPPU Temukan Dugaan Pelanggaran Penjualan Minyakita
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.