Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abraham Wahyu Nugroho
Pegawai Negeri Sipil

Pemerhati Kebijakan Publik

Akslerasi Hilirisasi: Investasi Jadi Kunci

Kompas.com - 15/02/2023, 13:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ARAHAN Presiden RI Joko Widodo untuk menitikberatkan hilirisasi nampaknya masih menempuh jalan berliku, namun tetap harus dilewati.

Secara sederhana, hilirisasi merupakan proses peningkatan nilai tambah (added value) sumber daya alam (berupa nikel, timah, bauksit, CPO, karet dan mineral lainnya) yang semula berbentuk bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

Banyak ekonom menyebut hilirisasi menjadi salah satu katalis percepatan ekonomi negara dengan ekonomi menengah menjadi negara maju.

Dari sisi strategi besaran sebenarnya Kementerian Investasi/BKPM telah menyelesaikan roadmap hilirisasi di mana proses tersebut dibagi menjadi 8 bagian meliputi 21 komoditas, dengan total investasi sebanyak 545,3 miliar dollar AS sampai tahun 2024.

Angka tersebut cukup fantastis di mana investasi ini hampir tiga kali APBN RI 2023.

Menurut pandangan Penulis, jalan berliku tersebut di antaranya, pertama kesiapan pendanaan melalui investasi, serta kedua, kesiapan infrastruktur industri/manufaktur pendukung.

Di akhir opini ini, Penulis turut menyampaikan peluang dan tantangan hilirisasi disertai masukan yang dapat dielaborasi dalam akslerasi hilirisasi.

Pertama, terkait investasi atau pendanaan. Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia menyayangkan minimnya lembaga keuangan dalam negeri yang bersedia membiayai pembangunan infrastrukur dasar hilirisasi smelter atau fasilitas pemurnian bahan mineral mentah.

Ironisnya, hanya bank asing asal Tiongkok yang bersedia memberikan pendanaan tersebut.

Keengganan bank dalam negeri tersebut menurut ekonom sangat beralasan. Kebijakan yang kerap berubah, kepastian pasar, serta pertimbangan aspek lingkungan (persyaratan penyaluran kredit yang ramah lingkungan) merupakan beberapa penyebabnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+