Ekspor Indonesia Januari 2023 Capai 22,31 Miliar Dollar AS, Turun 6,36 Persen

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor Indonesia mencapai 22,31 miliar dollar AS di Januari 2023. Angka ini turun 6,36 persen dibandingkan Desember 2022 yang sebesar 23,83 miliar dollar AS.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mengatakan, kinerja tersebut ditopang oleh ekspor komoditas migas yang mencapai 1,49 miliar dollar AS, naik tipis 0,98 persen dari Desember 2021 yang sebesar 1,47 miliar dollar AS.

Sementara ekspor komoditas nonmigas tercatat mencapai 20,83 miliar dollar AS di Januari 2023, turun 6,84 persen dari Desember 2022 yang sebesar 22,36 miliar dollar AS.

Baca juga: RI Ekspor Produk Makanan Olahan ke Arab Saudi, Ada Jengkol hingga Seblak

"Nilai ekspor Januari 2023 mencapai 22,31 miliar dollar AS atau turun 6,36 persen dibanding bulan Desember 2022," ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (16/2/2023).

Menurut Habibullah, secara pola tiga tahun terakhir, memang kinerja ekspor di Januari lebih rendah dari Desember. Seperti pada kinerja ekspor di Januari 2022 turun 14,24 persen dan di Januari 2021 turun 7,49 persen.

"Kalau lihat pada grafis perkembangan ekspor, ada pola pertumbuhan ekspor Januari mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan Desember," imbuhnya.

Meski begitu, bila dibandingkan dengan Januari 2022 yang sebesar 19,17 miliar dollar AS, kinerja ekspor di Januari 2023 tercatat tumbuh 16,37 persen. Pertumbuhan ini ditopang peningkatan ekspor migas sebesar 65,03 persen dan eskpor nonmigas sebesar 13,97 persen.

"Tetapi pertumbuhan ini (16,37 persen) melambat jika dibandingkan pertumbuhan di Januari 2022 (terhadap Januari 2021) yang tumbuh 25,32 persen," papar Habibullah.

Secara kontribusi, ekspor komoditas nonmigas menyumbang 93,34 persen dari total ekspor di Januari 2023, sementara ekspor migas porsinya hanya 1,49 persen.

Habibullah menjelaskan, penurunan kinerja ekspor di Januari 2023 tak lepas dari pengaruh penurunan ekspor komoditas unggulan RI yaitu besi dan baja, minyak kelapa sawit, dan batu bara, baik karena penurunan volume maupun harga.