Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPH Migas Dorong Revisi Perpres 191 untuk Solusi Kendalikan Konsumsi BBM Bersubsidi

Kompas.com - 16/02/2023, 11:10 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan, aturan terkait siapa saja yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi, melalui Peraturan Presiden (Perpres) 191 tahun 2014 masih terus dibahas.

Dia bilang, untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan BBM bersubsidi, pemerintah saat ini tengah merevisi Perpres 191/2014. Harapannya, pemberian bantuan negara ini bisa maksimal untuk kepentingan masyarakat, terutama kalangan tidak mampu dan miskin.

“Upaya ini (revisi Perpres 191 tahun 2014) adalah salah satu cara untuk mengendalikan pembelian BBM subsidi dan mencegah terjadinya kebocoran. Terbatasnya volume BBM, membuat pemerintah membatasi konsumsi,” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/2/2023).

"Konsumennya juga diatur dalam Perpres 191 itu. Siapa saja yang boleh mengonsumsi BBM bersubsidi atau solar, ada dalam aturan itu," tambahnya.

Baca juga: Agar Warga Terbiasa, Evaluasi Harga BBM Nonsubsidi Disarankan Transparan

Saleh menyampaikan, pemberian subsidi ini bukan untuk memberikan keuntungan bagi kalangan mampu atau kaya, tapi menjaga daya beli masyarakat yang mayoritas menengah ke bawah. Dia mencontohkan, pemerintah telah menyesuaikan harga BBM bersubsidi solar. Jika awalnya harganya Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Padahal harga seharusnya adalah Rp 18.000.

"Solusi ini terutama untuk kebutuhan masyarakat, seperti mengangkut sembako dan sebagainya. Itu manfaat yang akan dirasakan jika subsidi betul-betul tepat sasaran," kata Saleh.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, saat ini 80 persen Pertalite dinikmati orang kaya, sementara 89 persen Solar bersubsidi dinikmati dunia usaha dan masyarakat mampu. Untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan, Pertamina tengah menguji coba pembelian Solar bersubsidi menggunakan QR Code.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menambahkan, Indonesia memiliki enam kilang minyak dengan kapasitas produksi 850.000 barel perhari, dan kebutuhan masyarakat setiap hari kurang lebih 1,4 juta barrel per hari.

Baca juga: Harga BBM Pertamax Mau Diumumkan Seminggu Sekali, Erick Thohir: Masih Dibahas dengan Menteri ESDM

“Dari data itu terjadi kesejangan antara produksi dan konsumsi BBM. Lifting minyak dalam APBN 2023 hanya 660.000 barrel per hari, sehingga terjadi defisit antara lifting dan kemampuan kilang kita. Saat ini Indonesia mengimpor BBM, baik berupa crude oil atau minyak mentah dengan BBM yang sudah diolah kurang lebih 850.000 barrel per hari," kata Sugeng.

Menurut Sugeng, BBM sudah menjadi persoalan ekonomi semenjak cadangan maupun produksi minyak bumi terus menurun.

"Blok-blok minyak kita atau reservoir-reservoir minyak kita adalah reservoir tua yang sudah pada tahap 3," kata Sugeng.

Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, saat ini pihaknya terus mendorong pembahasan Revisi Perpres 191 Tahun 2014 tentang pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Tutuka, jika revisi Perpres 191 Tahun 2014 tidak dilakukan bisa menyebabkan overkuota pada Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.

“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014, berpotensi terjadinya overkuota JBT Solar, dan JBKP Pertalite. Sehingga diperlukan pengaturan konsumen penguna melalui revisi Perpres 191 Tahun 2014 agar dapat dilakukan pengendalian konsimsi dan subsidi lebih tepat sasaran,” kata Tutuka dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Baca juga: Masyarakat Mampu Lebih Pilih Beli BBM Bersubsidi, YLKI: Harganya Lebih Murah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com