Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Smelter di RI Banyak Dimiliki Asing gara-gara Minim Pendanaan Bank Dalam Negeri

Kompas.com - 18/02/2023, 15:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) yang ada di Indonesia saat ini kebanyakan dimiliki asing. Penyebabnya, pembangunan smelter terkendala pembiayaan dari dalam negeri.

Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Menurut dia, alasan smelter rata-rata dimiliki asing lantaran perbankan dalam negeri masih enggan memberikan kredit untuk pembangunan smelter.

Baca juga: Vale Bangun Proyek Smelter Nikel dengan Kapasitas Produksi 73.000 Ton per Tahun di Morowali

Di sisi lain, pembangunan smelter tak boleh dibiayai pakai uang negara (APBN).

“Perbankan kita belum terlalu penuh secara sungguh membiayai smelter. Smelter kan tidak bisa dibangun lewat APBN,” tutur Bahlil dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023), dikutip dari Kontan.

Karena itu, Bahlil ingin mendorong perbankan dalam negeri agar mau menyalurkan kreditnya untuk pembangunan smelter tersebut, serta mendorong adanya relaksasi aturan.

“Kami dorong segera melakukan relaksasi di perbankan sehingga perbankan mau memberikan kredit dengan equity yang terjangkau. Jangan equity-nya 40 persen. Kalau bank asing itu cuma 10 persen,” jelas Bahlil.

Baca juga: Bahlil Ungkap Banyak Smelter di Indonesia Dimiliki Asing

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey membenarkan sulitnya pendanaan smelter dari perbankan nasional.

Hanya saja, ia tidak merinci mana saja daftar proyek smelter nikel yang mengalami kesulitan pendanaan maupun.

“Iya, (pendanaan eksternal untuk proyek smelter nikel lebih sulit didapat belakangan ini),” kata Meidy saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/2/2023).

Baca juga: Capai Target Investasi 2022, Pemerintah Akan Dorong Investasi di Sektor Hilirisasi pada 2023

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com