JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah sebelumnya telah mencabut skema "power wheeling" dalam RUU EBT yang dikirimkan ke DPR pada 29 November 2022. Dalam naskah akhir, skema "power wheeling" tidak lagi tercantum dalam Daftar Investarisasi Masalah (DIM).
Namun menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, berlarutnya pengesahan RUU EBT membuat wacana mekanisme "power wheeling" masih berkembang di masyarakat.
Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan salah penafsiran, bahwa pasal "power wheeling" kembali dimunculkan dalam RUU EBT.
Baca juga: Skema Power Wheeling Transmisi PLN dalam RUU EBT Dinilai Kurang Tepat, Ini Alasannya
"Memang penerapan power wheeling akan lebih menguntungkan bagi Produsen Listrik Swasta karena mereka akan dapat menjual langsung listrik yang dihasilkan kepada kosumen rumah tangga dan industri tanpa harus membangun jaringan transmisi dan distribusi sendiri," kata Fahmy dalam siaran pers, Kamis (23/2/2023).
Sebab dalam mekanisme "power wheeling", rodusen listrik swasta dapat menggunakan jaringan milik PLN secara open sources dengan membayar sejumlah fee, yang ditetapkan oleh Menteri Energi Sumberdaya Mineral (ESDM).
Baca juga: RUU EBT Atur Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Menurut Fahmy, skema ini memiliki beberapa tantangan.
Pertama, berpotensi merugikan PLN karena menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non-organik hingga 50 persen.
"Kerugian PLN itu akan menambah beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN," tambahnya.
Kedua, skema "power wheeling" juga berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen. Lantaran harga setrum ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, yang tergantung demand and supply.
"Pada saat demand listrik tinggi dan supply tetap, tarif listrik diperkirakan akan dinaikkan, yang mana hal ini akan menambah beban rakyat sebagai konsumen listrik," lanjutnya.
Ketiga, pernyataan bahwa skema ini bisa menarik investasi EBT belum tentu benar atau belum terbukti. Data justru membuktikan, meskipun tidak ada mekanisme power wheeling, investasi listrik EBT masih tetap tinggi, yang tersebar di berbagai daerah Luar Jawa.
Di antaranya, PLTS Kupanga, Sidrap, Gorontalo, Likupang, PLTS Apung Cirata dan PLTB Kalsel.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan RUU EBT diperlukan sebagai regulasi yang komperhensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan NZE serta mendukung pembangunan green industry dan ekonomi nasional.
Catatan Menteri ESDM, potensi EBT di RI mencapai 3.000 GW.
"Jika RUU EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan) disahkan jadi undang-undang, dapat memberikan landasan hukum bagi pengembangan EBET dan pelaksanaan program pendukungnya," kata Arifin dalam rapat bersama dengan Komisi VII di DPR RI, Selasa (24/1/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.