Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya atau meningkatnya job insecurity.
Shoss (2017) menjelaskan faktor yang menjadi penyebab muncul atau meningkatnya job insecurity, dibedakan dari faktor sosial dan lingkungan, organisasi, serta individu.
Faktor pertama adalah faktor sosial dan lingkungan, job insecurity cenderung meningkat dengan meningkatnya tingkat pengangguran nasional (Anderson & Pontusson, 2007).
Job insecurity juga terjadi sebagai tanggapan terhadap perubahan teknologi dalam lingkungan bisnis seperti globalisasi.
Hal ini berkontribusi pada penurunan industri dan pekerjaan, menyusutnya permintaan, dan outsourcing tenaga kerja, sehingga berkontribusi pada meningkatnya job insecurity (Jiang et al., 2013; Lübke et al., 2014).
Faktor kedua pada tingkat perusahaan atau organisasi. Karyawan-karyawan dengan posisi kerja tidak tetap juga cenderung memiliki job insecurity yang lebih tinggi (Keim et al., 2014).
Karyawan yang bekerja pada organisasi yang menggunakan sistem ranking/peringkat, dan memiliki budaya kompetitif, akan cenderung mengalami job insecurity yang lebih tinggi.
Hubungan yang buruk dengan supervisor dapat menjadi ancaman yang menyebabkan tingginya job insecurity (Shoss, 2017).
Studi yang dilakukan oleh O’Neill dan Sevastos (2013) melaporkan bahwa karyawan merasa tidak aman tentang masa depan pekerjaan mereka ketika mereka merasa bahwa atasan menghindari mereka.
Faktor individual yang juga berpotensi pada peningkatan job insecurity yang dialami seseorang adalah ciri-ciri kepribadian.
Debus et al. (2013) menemukan bahwa trait kepribadian terkait negatif affect, locus of control, rendahnya self-evaluation serta self-esteem, dan kelelahan emosional juga berkontribusi pada tingginya job insecurity.
Di sisi lain, job insecurity juga memiliki berbagai macam dampak yang dapat memengaruhi karyawan.
Pertama, apabila merujuk pada penelitian Piccoli et al. (2017) diketahui bahwa job insecurity memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan task performance dan organizational citizenship behaviour atau contextual performance.
Task performance didefinisikan sebagai perilaku yang secara langsung berkontribusi pada inti teknis organisasi dan dianggap sebagai perilaku kerja yang paling tidak bebas.
Contextual atau extra-role performance diasosiasikan dengan tingkat usaha atau ketekunan yang diberikan seseorang melebihi apa yang dibutuhkan secara formal.