Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Sawah Kita yang Terus Menyusut

Kompas.com - 03/03/2023, 14:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada periode 1993-2002, sawah kita yang terkonversi sekitar 1,1 juta ha sementara pada periode 2003-2012 sawah kita yang berkurang 298.000 ha (Irianto, 2016).

Tulisan Anny Mulyani dkk (2016) menunjukkan bahwa konversi lahan sawah kita secara nasional 96.500 ha/tahun, sedikit lebih tinggi dibanding laju konversi lahan sawah Nasional yang diprediksi oleh Irawan dkk (2006), yaitu 90.417 ha per tahun.

Jika tidak dikendalikan dengan laju konversi seperti di atas, maka pada tahun 2045, sawah kita hanya tersisa 5,1 juta ha.

Secara langsung atau tidak langsung, konversi kita tidak hanya menjadi ancaman terhadap produksi pangan nasional, tetapi secara nyata mendestruksi sistem pangan kita termasuk penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani.

Keseimbangan ekosistem pun terganggu akibat hilangnya lahan sehingga air hujan tidak terserap ke lahan.

Prof. Fahmuddin Agus dkk dari Balai Penelitian Tanah menyampaikan betapa pentingnya multifungsi sawah kita yang salah satunya sebagai pengendali banjir.

Ada angka-angka opportunity loss akibat hilangnya sawah kita yang tidak terhitung. Kita mungkin akan lebih sering mengalami kejadian banjir pada tahun-tahun mendatang ketika sawah kita hilang diganti dengan beton dan besi.

Investasi besar membangun waduk dan fasilitas irigasi akan menjadi mubazir, padahal uangnya dari utang (loan), akibat gelap mata karena silau dengan rente konversi lahan sawah.

Pertanyaan fundamentalnya adalah dapatkah luasan sawah kita tersebut memenuhi pangan penduduk kita pada tahun-tahun mendatang?

Pertanyaan di atas membuat kita harus was-was karena penduduk kita pada tahun 2045 diperkirakan mencapai 350 juta jiwa.

Semua perut dari ratusan juta penduduk Indonesia hanya ditopang oleh sawah 7,46 jt ha yang terus berkurang karena konversi lahan!

Bandingkan dengan luas sawah di Vietnam (7,78 jt ha) atau Thailand (8,67 jt ha) tetapi dengan jumlah penduduk yang jauh di bawah kita, yaitu sekitar 97 juta penduduk Vietnam dan 71 juta penduduk Thailand.

Kita punya produtivitas padi yang lumayan bagus (5,4 t/ha), sedikit lebih rendah dibanding Vietnam (5,5 t/ha) tetapi jauh di atas Thailand (2,9 t/ha).

Kita termasuk 4 besar setelah Cina dan India serta Bangladesh dalam memproduksi padi, mengalahkan Vietnam dan Thailand, tetapi sekali lagi kita juga memiliki jumlah mulut yang jauh lebih besar dibandingkan Vietnam dan Thailand sehingga mereka menjadi langganan kita untuk beli (impor) beras.

Satu hal yang pasti bahwa luas sawah mereka (Thailand dan Vietnam) tidak banyak berubah dari sepuluh tahun yang lalu.

Sementara sawah kita menyusut cukup drastis, sedangkan penambahannya setelah tahun 2000-an sangat tidak signifikan.

Irianto (2016) mencatat bahwa pada periode 2006-2010 sawah baru yang dicetak hanya 69.000 ha, sementara pada periode 2011-2012 sekitar 138.000 ha.

Jawaban terhadap pertanyaan di atas diungkapkan oleh Anny Mulyani dkk (2022) dari Balai besar Sumber Daya Lahan Pertanian dan IPB University yang memprediksi kapasitas produksi padi dari sawah kita pada tahun 2045 mendatang menggunakan berbagai skenario konversi lahan dan tingkat konsumsi.

Jika hanya mengandalkan sawah kita yang ada dengan status quo (konversi dan tingkat konsumsi tetap berjalan seperti saat ini), maka kita perlu tambahan 25,9 juta ton padi atau 15,54 juta ton beras! Suatu jumlah yang luar biasa besar yang belum tentu ada di pasar dunia.

Kita harus memahami bahwa jumlah penduduk Vietnam, Thailand bahkan India dan Cina juga ikut bertambah pada 2045, sehingga kebutuhan domestik mereka juga perlu diutamakan.

Jadi jika mengandalkan impor, maka bersiap-siaplah untuk berkompetisi membeli dan mencari beras dengan harga mahal yang menghabiskan devisa negara.

Apa yang bisa kita dilakukan? Pertama, tekan konversi lahan sawah kita semaksimal mungkin. Regulasinya sudah tersedia yang mengatur konversi lahan, yaitu UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilengkapi dengan Peraturan Presiden No 59 tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan.

Data berikut yang diolah oleh Dr. Erma Suryani, Analis kebijakan di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, mungkin dapat menggambar bagaimana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang diamanatkan oleh UU 41/2009 maupun Perpres 59/2019 masih belum sepenuhnya diacu atau ditetapkan oleh Pemkab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com