Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Sawah Kita yang Terus Menyusut

Kompas.com - 03/03/2023, 14:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dari 506 Kab/kota di Indonesia (minus DKI Jakarta), ada 361 Kab/kota (71 persen) yang telah menetapkan LP2B melalui Perda RTRW/Perda LP2B, itupun hanya 85 Kabupaten/Kota atau 16,8 persen yang menetapkan RTRW/LP2B yang didukung data spasial.

Sementara Perda LP2B yang ditetapkan kabupaten/kota hanya 179 kabupaten/kota dengan dilengkapai data spasial hanya 45 Perda atau hanya 8,89 persen. Sungguh sangat memprihatinkan!

Luas LP2B dari Perda RTRW hanya 5,5 juta ha. Artinya luas lahan pertanian kita akan hilang secara perlahan dan pasti jika tidak ada upaya yang luar biasa (extraordinary) dari semua pihak terkait.

Regulasi yang yang diatur pemerintah bagaikan macan kertas. Konversi lahan sawah sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan sehingga menyebabkan ketergantungan Indonesia dari pasokan luar negeri akan meningkat dan akan menggangu ketahanan pangan nasional yang pada akhirnya dapat menggangu stabilitas nasional.

Kita berharap komitmen dari pimpinan yang sangat kuat dan tentunya seluruh elemen masyarakat. Kita juga berharap pil pahit Srilanka yang menjadi negara gagal (fail state) akibat abai pada masalah pangan, tidak terjadi pada kita.

Kedua, kita harus mulai memikirkan untuk cetak sawah baru secara besar-besaran at all cost. Cara ini merupakan pembelajaran dari keberhasilan swasembada pangan 1984.

Data lokasi dapat diminta kepada Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian yang sudah memetakan potensi lahan untuk pangan.

Pas aji mumpung, membangun Ibu Kota Negara (IKN) kenapa tidak sekalian melakukan penyiapan lahan pangan sebagai penopang IKN di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Jutaan ha lahan di Kalimantan banyak tersedia, sekaligus bawa masyarakat yang biasa bertani ke lahan-lahan pangan tersebut. Di satu sisi mendistribusi sekaligus menambah penduduk di Kalimantan, di sisi lain mengurangi fragmentasi lahan sawah kita di Jawa.

Ketiga, kita sudah harus melakukan identifikasi lokasi-lokasi yang memerlukan rehabilitasi dan memerlukan pembanguan fasilitas irigasi di berbagai lokasi di luar Jawa atau bahkan di Jawa.

Identifikasi kerusakan dapat dilakukan melalui satelit dengan presisi tinggi yang saat ini teknologinya tersedia dan kita punya banyak ahlinya di Indonesia.

Setelah itu, rehabilitasi dan pembangunan fasilitas irigasi harus segera dilakukan. Ini dapat mendorong kenaikan luas tanam, sebagai lesson learn yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk menjadikan Indonesia swasembada dan bahkan eksportir beras pada tahun 1941.

Menaikkan produktivitas sawah kita sebetulnya merupakan alternatif selanjutnya. Namun hal ini dihadapkan pada fakta bahwa sawah kita mengalami levelling off. Susah sekali menaikkan gabah per ha sawah. Diduga karena penurunan kualitas sawah.

Produktivitas padi pada tahun 1968-1990-an yang dicatat oleh Oudejans (1999) dimulai 2,14 t/ha lalu naik menjadi 2 kali lipat setelah 20 tahun (4,30 t/ha pada 1990) tetapi mulai melandai kenaikannya setelah 1990-an.

Selama hampir 30 tahun (1990-2019) naiknya hanya 0,9 ton, kurang dari 1 ton per ha. Artinya per tahun hanya naik 30 kg/ha.

Sawah kita juga dihadapkan pada perubahan iklim global yang ditandai dengan makin seringnya kejadian banjir dan kekeringan plus lagi intrusi air laut dan peningkatan muka air laut.

Pada saat kekeringan yang ekstrem pada tahun 1995, kita harus mengimpor lebih dari 3 juta ton beras.

Selama masa krisis ekonomi 1998, kita mengimpor lebih dari 4 juta ton beras bahkan berlanjut dengan angka yang serupa setiap tahunnya sampai 2003. Hal ini menunjukkan betapa fragile-nya sawah kita.

Yang juga tidak kalah pentingnya yang dihadapi oleh sawah kita adalah luas kepemilikan yang semakin terfragmentasi.

Data BPS menunjukkan bahwa jumlah petani yang memiliki sawah kurang dari 0,3 ha semakin meningkat.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah nasib sawah kita yang ratusan tahun menopang pangan masyarakat Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com